AD
AD
Sebelumnya...
Dengan semangat yang menyala-nyala pasukan Kerajaan Bumi mulai
mengerahkan seluruh kekuatan yang telah disiapkan dengan matang. Pasukan
itu dipimpin langsung Maharaja Kerajaan Bumi. Semula serangan-serangan itu
dapat ditahan oleh tentara Kerajaan Langit. Karena pasukan Kerajaan Bumi yang
banyak dan peralatan perang yang lengkap, tentara-tentara Kerajaan Langit
dapat ditaklukan. Mereka menyerbu masuk ke istana. Begitu mengetahui Tuan
Putri sudah tak ada, marahlah Raja Bumi. Istana dihancurkan. Semua keluarga
dihabisi. Begitu juga dengan Maharaja Langit dan Permaisuri.
Kekejaman pasukan Kerajaan Bumi tak sampai di situ saja. Bangunan yang ada
dihancurkan. Tidak satu pun yang bersisa. Tak seorang pun yang bisa selamat
dari serbuan mereka. Kerajan Langit hancur lebur tanpa sisa.
Tuan putri yang mendengar kerajaannya hancur menangis sedih, apalagi ketika
dia tahu ayah, ibu, dan seluruh penduduknya dibunuh. Kesedihannya sungguh
luar biasa. Ingin rasanya ia membalaskan dendam atas kematian ayahandanya
tercinta, tapi apa daya dia hanyalah seorang perempuan dan tidak punya
kekuatan apa-apa.
Sejak itu Tuan Putri berubah menjadi pemurung. Setiap hari ia hanya melamun
dan mengurung diri di kamarnya sambil membuka pintu jendela. Ia sedih melihat
kehancuran kerajaannya. Setiap hari ia termenung sambil melihat Bumi dari
kejauhan. Inang pengasuh mencoba menghibur Tuan Putri dengan berbagai
cara. Tapi sia-sia belaka. Tuan Putri selalu terkenang akan keluarganya. Ia ingin
pulang ke Langit sekadar melepaskan kerinduan pada keluarga dan kerajaannya
yang telah musnah. Penghiburannya sekarang hanyalah menatap Kerajaan Bumi
yang telah menghancurkan istana ayahandanya.
Suatu kali ia melihat ada sekuntum bunga yang mekar di kejauhan sana. Bunga
itu terlihat sangat indah, berkilau-kulauan diterpa cahaya. Tuan Putri ingin sekali
memiliki bunga yang berada di Bumi itu, tapi ia takut kalau-kalau Maharaja
Kerajaan Bumi mengetahui keberadaannya dan bersegera menculiknya.
Keinginannya makin menjadi-jadi untuk memiliki kembang itu. Suatu kali ia
meminta izin kepada inang pengasuh untuk turun ke Bumi dan mengambil bunga
itu lalu bersegera kembali ke Bulan.
“Jangan turun ke Bumi, Tuan Putri. Apa jadiya nanti jika raja yang jahat itu
mengetahui keberadaan Putri? Mereka tidak akan membiarkan Tuan Putri
kembali lagi ke sini,” kata inang pengasuh menasehati.
“Tapi aku menginginkan bunga itu, Bi.”
“Bibi tahu keinginan Tuan Putri. Tetapi alangkah baiknya kalau bunga itu
dibiarkan saja tumbuh di sana dan kita bisa melihatnya setiap hari dari sini. Apa
yang tampak indah itu tak melulu sama ketika kita menyentuhnya.”
Tuan Putri diam saja. Hatinya ragu dan menimbang-nimbang.
“Bagaimana kalau misalnya itu hanya tipuan dari Maharaja Kerajaan Bumi saja
untuk mengundang Tuan Putri keluar dari persembunyian? Satu hal lagi, kita
tidak akan bisa kembali lagi ke Bulan ini kalau sudah menjejaki kaki di Bumi,
tempat di mana banyak banyak darah ditumpahkan itu. Ingat itu, Tuan Putri.
Kamu tidak akan bisa lagi ke sini.”
Tapi Tuan Putri tampaknya bersikukuh dengan pendiriannya dan tak peduli
dengan nasihat inang pengasuh. Keinginannya untuk memetik bunga yang
terlihat indah itu makin menjadi-jadi. Suatu hari, tanpa sepengetahuan inang
pengasuh, Tuan Putri turun ke Bumi untuk mengambil bunga itu.
Tapi alangkah terkejutnya dia begitu mengetahui tak ada bunga di sana.
Kelopak-kelopak indah dan mekar yang terlihat dari jauh itu hanyalah ampas
tebu yang berserakan. Tiba-tiba sang putri merasa telah masuk ke dalam
perangkap Maharaja Bumi. Ia takut sekali dan ingin segera kembali pulang ke
istananya di Bulan.
Berkali-kali ia mencoba untuk terbang. Tetapi tubuhnya tak kunjung naik-naik
juga. Ia sama sekali tak bisa mengawang. Ia ingat nasehat inang pengasuh
bahwa dia tidak akan bisa lagi naik ke Bulan jika sudah menjejakkan kaki di
Bumi.
Tuan Putri sedih sekali. Menangislah dia keras-keras. Dia merasa sangat takut,
sebab sewaktu-waktu orang-orang akan melihatnya dan menyerahkan kepada
Maharaja Kerajaan Bumi.
Tuan Putri kemudian memanjat sebatang pohon, dia berharap dari sana dia akan
bisa terbang kembali ke Bulan. Tapi sayang, usahanya tak pernah berhasil.
Setiap kali ia mencoba, setiap kali itu pula ia terjatuh. Dengan kesedihan yang
bertambah-tambah dan ketakutan yang maha hebat ia terus mencoba dan selalu
gagal.
Karena larut dengan kesedihan dan penyesalan yang luar biasa, makin lama
tubuhnya semakin kecil. Ia tidak menyadari kalau tubuhnya mulai ditumbuhi
sayap. Lama-lama sempurnalah ia menjadi seekor burung.
Maka setiap bulan purnama tiba ia akan selalu berbunyi sambil mencoba terbang
dari satu dahan ke dahan lainya. Ia selalu teringat akan istana cantiknya di Bulan
sana. Demikian juga dengan inang pengasuh, ia selalu duduk di bawah pohon
beringin raksasa sambil menunggu kedatangan Tuan Putri. Setiap purnama tiba
akan terlihat bayangannya dari Bumi.
TAMAT
AD