Sebelumnya...
”Bocah haram jadah! Siapa kau!?!”, bentak Bergola Wungu seraya melintangkan
golok di depan dada.
”Aku peringatkan pada kalian,” sahut Wiro Sableng dengan suara datar sedang
mulutnya menyunggingkan seringai, ”aku tidak ada permusuhan dengan kalian. Sebaiknya
tinggalkan tempat ini dengan aman!”
”Keparat betul, ” kertak Pitala Kuning. ”Apa kau tidak tahu berhadapan dengan siapa
saat ini?!”
”Aku tidak perduli siapa kalian! Tinggalkan tempat ini kalau tidak mau susah!”
”Sebaiknya kau berlutut dan minta ampun dihadapan kami, bocah gila!”
”Aku bilang tinggalkan tempat ini, apa kalian tuli semua masih pentang bacot?!”
Mendidihlah darah di kepala Bergola Wungu.
Sebagai pendekar yang baru turun gunung dan cemplungkan diri dalam dunia
persilatan tentu saja Wiro Sableng buta pengalaman dalam pertempuran. Tapi selama
tujuh
belas tahun digembleng oleh Eyang Sinto Gendeng maka serangan-serangan yang dahsyat
itu
sama sekali tidak membuat pendekar muda ini menjadi gugup.
Eyang Sinto Gendeng talah menggemblengnya bukan hanya sekedar memberi
pelajaran ilmu silat luar dalam dan melatihnya belaka, tapi latihan-latihan perempuan sakti
itu
tak ada bedanya dengan pertempuran dahsyat yang benar-benar bisa mencelakakan Wiro
sendiri.
Ketika tiga serangan itu datang ke arahnya, Wiro Sableng segera sambar pinggang
Nilamsuri. Secepat kilat kemudian dia jatuhkan diri dan sambil berteriak hebat pemuda ini
hantamkan tinju kanannya ke kaki seekor kuda lawan yang hampir menendang batok
kepala
Nilamsuri. Kuda itu meringkik keras dan rubuh karena kakinya itu hancur. Penunggangnya
yaitu si mata jereng Pitala Kuning terlempar ke tanah tapi dengan andalkan ilmu
mengentengi
tubuh berhasil jatuh dengan kedua kaki menginjak tanah.
Sementara golok panjang Bergola Wungu dan kelewang Seta Inging beradu keras di
udara memercikkan bunga api maka sambil bergulingan di tanah, Wiro Sableng tak lupa
hantamkan kaki kiri kanannya pada kaki-kaki kuda kedua manusia berewok itu.
Seperti dengan kuda Pitala Kuning tadi maka kedua binatang inipun melemparkan
Bergola Wungu dan Seta Inging. Wiro Sableng menyandarkan Nilamsuri pada sebatang
pohon dan cepat bersiap-siap ketika dilihatnya tiga manusia berewok itu mendatanginya.
Akan Ketut Ireng tak masuk hitungan karena saat itu dia duduk menjelepok di tanah
merintih
karena kaki kanannya yang hitam gembung dan sakitnya bukan main!
”Aku peringatkan pada kalian untuk penghabisan kali!” kata Wiro Sableng,
”Tinggalkan tempat ini!”
”Jangan omong besar bangsat ingusan!” bentak Bergola Wungu dengan sangat geram.
”Sebut kau punya nama agar golokku ini tidak penasaran menebas batang lehermu!”
Wiro Sableng mengeluarkan suara bersiul lalu garuk-garuk kepala dan tertawa gelak-
gelak. Kemudian menyanyilah murid Eyang Sinto Gendng ini.
Anak kecil bodoh namanya biang bodoh,
Tua bangka bodoh namanya biang bodoh,
Monyet ingin jadi manusia,
Kenapa manusia piara berewok,
Apa mau jadi monyet….
Tolol, bodoh, bego, geblek!
Marahlah Bergola Wungu mendengar tembang yang kata-katanya ditujukan
kepadanya sebagai ejekan itu.
”Bocah gila!” bentaknya, ” terima ujung golokku ini!”
Dengan pergunakan jurus ”burung bangau mematuk kodok,” Bergola Wungu
tusukkan golok panjangnya ke arah tenggorokan Wiro Sableng. Pendekar Gunung Gede ini
segera meringankan badan. Ujung golok hanya lewat setengah jengkal disamping
lehernya.
Wiro tertawa mengejek.
Panas pemimpin Empat Berewok dari Gua Sanggreng ini tidak terkirakan. Baru hari
ini ilmu golok yang sangat dibanggakannya itu dikelit dengan demikian mudah bahkan
sambil
tertawa mengejek dan menantang!
Dengan kertakkan rahang Bergola Wungu balikkan mata pedang dan babatkan senjata
itu. Kali ini maksudnya untuk menebas batang leher si pemuda.
Kedua kaki Wiro Sableng bergerak sedikit, tangan kirinya menepis lengan yang
memegang golok sedang telapak tangan kanan dihantamkan ke dada Bergola Wungu!
Kepala rampok itu mengeluarkan jerit tertahan.
Tubuhnya terhuyung ke belakang hampir jatuh duduk di tanah. Ketika dia memandang ke
dadanya yang dihantam telapak tangan lawan, parasnya dengan serta merta menjadi
pucat!
Baju hitamnya robek hangus. Pada kulit dada yang tadi kena dihantam terlukis
memutih telapak tangan dan jari-jari tangan Wiro Sableng! Pada tengah-tengah lukisan itu
tertera angka hitam 212. Dan sakitnya dada yang bertanda telapak tangan kanan berikut
angka
212 itu bukan olah-olah. Meski Bergola Wungu sudah alirkan seluruh tenaga dalamnya,
rasa
sakit itu hanya sedikit saja berhasil dikuranginya!
Pitala Kuning dan Seta Inging tidak kurang pula pucat tampang-tampang mereka
melihat apa yang terjadi dengan pemimpin mereka. Tidak dinyana pemuda belia berparas
macam anak-anak itu lihay sekali. Apa arti angka 212 yang membekas hitam di kulit
Bergola
Wungu itu?
Pukulan ”telapak 212” yang dilancarkan oleh Wiro Sableng tadi itu hanya
mempergunakan seperlima bagian saja dari tenaga dalamnya! Kalau saja pendekar muda
ini
pergunakan setengah saja bagian dari seluruh tenaga dalamnya maka pastilah Bergola
Wungu
akan meregang nyawa dengan dada remuk!
Luapan amarah Bergola Wungu membuat pemimpin rampok yang malang melintang
di sungai Cimandilu ini lupakan kenyataan bahwa pemuda yang dicapnya sebagai ”pemuda
gila”, ”bocah ingusan” itu sesungguhnya bukanlah tandingannya!
Bergola Wungu majukan kaki kanan dan surutkan kaki kiri. Golok panjang dipegang
lurus ke muka.
”Bocah sedeng! Kau telah bikin cacad dadaku! Aku Bergola Wungu akan berbaik hati
untuk membalasnya! Kau tahu jurus apa yang bakal aku lancarakan ini?!”
Pendekar kapak maut naga geni menjawab dengan tertawa bergelak sambil garuk-
garuk kepalanya yang berambut gondrong.
”Lucu!” kata Wiro Sableng pula. ”Bertempur ya bertempur. Kenapa musti pakai
pidato segala!”
Bergola Wungu merasa tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran amarahnya yang
menggelegak. ”Kau boleh tertawa dan mengejek sepuas hatimu bocah gila! Bila golokku
berkiblat dalam jurus: merobek langit, kau akan tahu rasa nanti!”
Adapun jurus ilmu golok yang disebut ”merobek langit” itu adalah jurus yang telah
dipergunakan oleh Bergola Wungu untuk ”menelanjangi” tubuh Nilamsuri yaitu dengan
merobek-robek pakaian gadis itu dengan ujung goloknya.
”Jurus merobek langit memang hebat kedengarannya!” kata Wiro Sableng. ”Tapi coba
buktikan. Jangan-jangan cuma jurus kosong belaka!”
Tanpa banyak bicara Bergola Wungu segera putar goloknya dengan sebat. Angin
menderu dahsyat keluar dari sambaran golok. Demikian hebatnya seakan-akan golok itu
berubah menjadi ratusan banyaknya! Dalam sekejapan mata saja tubuh Wiro Sableng
sudah
terbungkus gulungan golok!
Yang anehnya, diserang hebat demikian rupa tidak serambutpun Wiro Sableng
bergerak. Dan lebih aneh lagi adalah karena golok Bergola Wungu sama sekali tidak dapat
mendekati bagian tubuh manapun dari Wiro Sableng! Manusia berewok ini mencak-mencak
sendirian macam monyet terbakar ekor! Seta Inging dan Pitala Kuning yang saksikan
kejadian
itu mau tak mau jadi leletkan lidah!
Demikianlah hebatnya ilmu ”benteng topan melanda samudra” yang dikeluarkan Wiro
Sableng sehingga setiap sambaran tusukan dan sabetan golok sama sekali tidak dapat
mengenai tubuh Wiro Sableng. Tubuh golok dilanda terus-terusan oleh gulungan angin
dahsyat yang membungkus tubuh murid Sinto Gendeng itu!
Bergola Wungu membentak keras dan percepat permainan goloknya. Tapi sampai dua
puluh jurus dimuka tetap saja goloknya tak dapat membentur sasarannya di tubuh Wiro!
Pakaian dan tubuhnya sudah mandi keringat. Pegangan pada hulu golok sudah licin.
Keletihan
membuat gerakannya mulai menjadi lamban!
”Seta Inging! Pitala Kuning! Jangan jadi patung! Bantu aku!” teriak Bergola Wungu
dengan sangat beringas.
Mendengar perintah ini Pitala Kuning dan Seta Inging segera menyerbu dengan
senjata di tangan. Sebatang golok panjang, sebuah ruyung berduri dan sebuah kelewang
dengan dahsyatnya menyambar-nyambar ke tubuh Wiro Sableng. Tapi ilmu ”benteng
topan
melanda samudera” membuat ketiga senjata itu tak ada arti sama sekali.
Wiro Sableng tertawa bergelak. Tawa gelak yang disertai tenaga dalam ini menambah
hebat perbawa ilmu ”benteng topan melanda samudera!”
Sepuluh jurus berlalu.
”Ciaatt!!” tiba tiba pendekar kapak maut Naga Geni membentak keras. Tiga manusia
berewok keluarkan seruan tertahan dan lompat dari kalangan pertempuran. Mata mereka
melotot besar memandang ke tangan Wiro Sableng yang saat itu telah merampas dan
menggenggam senjata mereka!! Ketut Ireng yang duduk menjelepok merintih kesakitan,
juga
tak ketinggalan terbeliak dan terlongong-longong!
Nama bukan nama baru dalam dunia persilatan
pada masa itu mereka terkenal sebagai komplotan rampok yang berilmu tinggi dan ditakuti
di
sepanjang sungai Cimandilu. Terutama pemimpin mereka Bergola Wungu diakui kehebatan
permainan goloknya oleh kalangan persilatan! Mereka tahu, kalau pemuda itu inginkan
nyawa
mau mencelakakan mereka maka sudah sejak tadi hal itu bisa dilakukannya!
”Kalau hari ini kami diberi sedikit pelajaran,” kata Bergola Wungu dengan suara
bergetar, ”maka ketahuilah bahwa kami tak akan melupakan kejadian ini. Suatu hari kami
akan datang untuk meneruskna apa yang terjadi hari ini!”
Wiro Sableng tertawa bergelak, ”Bagus, bagus! Kau masih bisa pidato huh!! Ini terima
kembali senjata kalian!”
Sekali tangan kanan Wiro Sableng bergerak maka ketiga senjata lawan yang tadi
dirampasnya kini melesat ke arah ketiga orang itu masing-masing pada pemiliknya,
Bergola
Wungu menangkap hulu golok, Seta Inging menangkap gagang kelewang sedang Pitala
Kuning menyambuti tangkai ruyung berdurinya.
Tanpa banyak bicara ketiga orang itu dengan membawa kawan mereka yang
menderita sakit pada kakinya, segera hendak angkat kaki. Tapi sebelum mereka berlalu
Wiro
Sableng berkata:
”Satu hal kalian harus ingat baik-baik manusia-manusia berewok. Jika kalian berani
lagi ganggu ini gadis, berarti kalian ingin cepat-cepat masuk liang kubur!”
Bersambung...