Lebah-lebah itu berbunyi mengerikan ibarat skuadron tempur pesawat udara. Lama-kelamaan keadaan itu semakin mengerikan. Dan gua tempat lebah-lebah yang jutaan
jumlahnya itu amat gelap. Tetapi aneh sekali.Ada satu lingkaran asap yang tidak dapat
diterobos oleh lebah itu. Lingkaran itu bagai sebuah dinding asap, sampai ke langit-langit gua itu. Dan di balik asap itu agak samar tampak benda kemerahan bergerak-gerak. Ternyata itu sebuah obor yang disulut pada tonggak pohon karet. Maka api obor itu sepertinya abadi. Melelehkan getah.
Akan jelas kemudian, ada sosok yang sedang duduk bersila disana . Dia lama
kelamaan jelas seorang wanita, yang rambutnya panjang. Dan memang dia wanita
dengan wajah cantik tapi seram. Dia, tak lain tak bukan, adalah Pita Loka. Dia
rupanya sedang bersemedi. Satu perputaran suara sepatah kata dengan teratur dan
amat halus bagai nada tunggal di antara suara lebah yang berdengung.
Mendadak suara tunggal itu yang terdiri darilima huruf menjadi secepat kilat. Dan tampak Pita Loka yang semula duduk bersila bagai patung itu memulai satu gerakan.
Telapak tangannya yang semula bagai lengket di ujung dengkulnya tambah tergenggam. Lalu tinju itu serentak Terangkat sebatas dada. Dan tinju itu bagai secepat kilat menghantam dada Pita Loka seperti dia sedang menyiksa diri.
Lalu dengan gerak bunga, Pita Loka serentak berdiri tegap. Tinju terkepal itu
memukul dadanya sendiri sekali lagi dan dia berteriak: “Huah!”
Dan sosok yang berada di luar gua saat itu seketika menjadi kaget. Dia bersembunyi di pinggir pintu gua. Sosok itu mendadak mendengar suara Pita Loka yang
meneriakinya: “Aku tahu di luar ada musuh!”
Sosok itu semakin ngeri. lalu menghindar. Rambutya yang sudah seperti berlumut dan mirip ijuk itu dia sibakkan. Wajahnya mengerikan. Dan tidak dinyana bahwa sosok
mengerikan ini adalah wanita.
“Aku tahu kau mencariku untuk menuntut balas”, ujar Pita Loka, yang seketika sudah berdiri di pintu gua. Beberapa ekor lebah hanya berada di belakang Pita Loka ibarat dinding yang menutupi pintu gua.
“Kau percuma melawanku”, ujar Pita Loka dengan mata melirik ke kiri. Rupanya
lirikan itu tepat sekali. Sebab sosok wanita berambut ijuk mengerikan tadi memang
sedang bersembunyi di sebelah kiri.
Pita Loka berteriak dahsyat: “Hai keluar kau konyol!” Tepat seketika itu juga. wanita seram itu mengayunkan tongkat rotan yang panjangnya tujuh hasta itu. Tongkat itu hampir saja menghantam muka Pita Loka. Jika dia tidak segera menangkis dengan
telapak tangan kirinya. Tongkat itu bagai menghantam karet, membal berbalik.
Karena wanita seram yang memegang tongkat itu memegang gagangnya begitu kuat,
ketika tongkat itu berbalik membal, seketika dia ikut terpelanting bersama tongkat
yang dipegangnya.
Ia terjatuh sekitar duapuluh meter dari tempat Pita Loka masih berdiri tegap.
“Kau jangan bangkit berdiri lagi! Percuma kau melawanku !” teriak Pita Loka.
Wanita misterius yang seram itu tampaknya gentar juga mendengar ancaman Pita
Loka tadi. Lalu dia mendapat akal licik untuk megelabui Pita Loka:
“Aku datang ke Gua lebah ini atas perintah Gumara”.
“Gumara? Kau berdusta”, kata Pita Loka.
“Aku membawa suratnya”, kata wanita seram itu.
Karena Pita Loka masih tercengang, wanita misterius tadi melanjutkan tipu
muslihatnya. “Ini aku simpan dalam bajuku. Karena aku tak kuat bangkit, harap kau
ke sini dan mengambilnya dari bajuku”.
Pita Loka tergoda juga untuk mengetahui isisurat Gumara ttu. Cintanya pada Gumara
tidak pernah luntur semenjak dia patah hati dan menghindar dari kehidupan dunia
biasa.
Dia sudah benar-benar terpisah dari dunia kehidupan normal di Kumayan. Mendengar
nama Gumara, bulu roma Pita Loka merinding. Dia turun dari tangga gua itu yang
terbuat rapi dari susunan batu- batu kali.
Melihat Pita Loka turun itu, wanita buruk muka itu pun semakin berpura-pura
merintih. Dia pernah mendengar kelemahan utama Pita Loka sekalipun namanya sudah kesohor dengan ilmu sakti yang tinggi.
Rumput ilalang dikuakkan oleh kaki Pita Loka ketika dia melangkah dengan hati-hati menuju wanita buruk muka itu.
“Buanglah senjatamu itu. kawan”, ujar Pita Loka.
“Senjata itu tidak berarti apa-apa bagimu. Jika kau jujur kawan, tentulah aku akan memberikan setetes saja ilmuku yang melebihi kesaktian tongkatmu itu”.
Mendengar dirinya dijuluki “kawan” oleh Pita Loka, wanita berwajah buruk itu
semakin mempertinggi semangat liciknya. Dalam hatinya dia berkata; “Aku tidak sudi
menerima hadiah ilmu dari kau. Aku justru akan merampok ilmumu!”
Namun dia mempermainkan senyumnya dengan maksud manis kendati dia tetap saja
jadi buruk.
Seharusnya Pita Loka melihat mulut yang mengunyah-ngunyah itu. Tapi godaan
dalam jiwanya yang bergelora untuk melihatsurat Gumara itulah yang membuat dirinya lengah. Dia terus menghampiri dan mau saja dikibuli oleh wanita buruk muka itu, yang berkata ramah manis: “Tolong ambilkansurat itu di balik kutang bajuku”.
Pita Loka berjongkok karena wanita buruk itu belum berdiri jua. Ketika Pita Loka
menyatakan “maaf” sebelum tangannya masuk ke balik baju, wanita yang mengunyah
itu melihat ubun-ubun kepala Pita Loka. Daun kelor yang sudah lumat itu menemplok
tepat pada ubun-ubun Pita Loka. Pita Loka seketika itu juga roboh. Dia terguling di
atas rerumputan. Wanita buruk muka itu dengan tegap berdiri dengan tumpuan tongkatnya.
“Kau hina tongkat saktiku ini kau cobakan rasanya!” bentak wanita buruk muka itu
seraya mengayunkan tongkat dan memukul punggung Pita Loka. Pukulan itu begitu kuat sehingga membuat Pita Loka dari telungkup lantas terlentang. Dia benar-benar dalam keadaan tak sadarkan diri.
Dan wanita buruk muka itu kini meninju pintu gua. Dia mendadak kecut menghadapi
lebah-lebah yang sepertinya menghadangnya. Ya. lebah-lebah itu ibarat dinding dengan suara hidup yang mengerikan. Mendadak akal liciknya mulai menguasai otaknya. Dengan tongkat tetap di tangan, dia berbalik kembali mendapati tubuh Pita Loka yang tergeletak. Dia menggerayangi tubuh Pita Loka. Ah, wajahnya kelihatan berkobar bagai api nyala sewaktu menemukan biji-biji tasbih yang melilit bagai ikat pinggang. Tentu biji-biji ini memiliki mukjizat, pikirnya.
Langsung saja dia lucuti. Dan dia kenakan pada pinggangnya. Dugaan liciknya tadi
memang terbukti. Ketika ia kembali ke pintu gua. Dia melihat lebah-lebah itu sebagian menyingkir.
Hal ini memudahkan baginya melangkah tanpa kuatir kena sengat, dia berjalan
dengan langkah bangga menuju dinding asap yang mirip tirai sutera itu.
Di sini indera hidungnya merasakan bau stanggi. Dia agak kuatir menerobos tapi
karena dalam dadanya bergelora keinginan serakah untuk merampok ilmu kesaktian Pita Loka, dia langsung menyerbu menerobos dinding asap itu.
Kontan seketika itu juga dia menjerit melolong keras, karena dari dalam tanah
menyerbu ular-ular belang hitam kuning.
“Tolong . ..” teriaknya.
Sementara itu, beberapa ekor lebah seperti binatang jinak sedang mengantup antup
ubun-ubun Pita Loka. Pita Loka mulai sadarkan diri karena nyeri terkena antupan tawon-tawon itu.
“Terimakasih binatang-binatangku yang baik” ujar Pita Loka segera bangun.
punggungnya dirasanya nyeri ketika berdiri. Tapi dia cepat menempelkan jempol
jarinya pada langit-langit mulutnya. Dengan meggosokkan ujung jempol itu ke tempat
nyeri, segera otot yang tadi kena gebug itu pulih susunannya.
Bersambung...