Sebelumnya...
Pita Loka sadar, bahwa wanita si buruk muka tadi sudah memasuki gua. Dia melangkah cepat menuju pintu gua. Dan ketika dia menerobos memasuki tabir asap setanggi itu, Pita Loka terseyum mendapatkan wanita buruk muka tadi. Ular belang piaraan Pita Loka yang menggigit wanita buruk muka itu, sudah memulihkan keburukan lukanya itu dengan bisa penyembuhan. Tapi memang untuk sementara wanita yang berubah jadi cantik itu harus pingsan sementara putaran setengah matahari.
“Harwati . . . “. Pita Loka bergumam.”ilmu apa yang kau sudah pelajari hingga kau begini busuk hati?”
Namun, Harwati yang diajaknya bicara itu tiada mendengar. Antupan bisa ular masih dalam proses pengobatan sampai kelak Harwati akan mantap menjadi manusia biasa,
seperti apa adanya. Ilmu hitamnya yang buruk itu, seburuk wajahnya yarag mengerikan itu. akan musnah setelah putaran setengah matahari nanti.
Dan saking ngebetnya untuk mendapatkansurat Gumara seluruh tubuh Harwati
digeledahnya. Pita Loka terpaksa tutup hidung, sebab tubuh yang bagus itu bau.
Memang inilah ciri ilmu hitam, yang pantangannya adalah mandi. Pita Loka
tersenyum sinis: “O, betapamalang nasibmu Wati!”
Dan enam jam setelah lewat masa pingsannya, wajah yang semula melepuh karena
mengidap ilmu hitam itu berangsur berubah menjadi licin. Mata Harwarti melek. Dia
seperti keheranan dan berseru: “Pita Loka!”
Dan Harwati tampak keheran-heranan melihat keadaan sekitar. Dia melihat obor
yang menyala lestari. Dia melihat tabir asap yang muncul dan permukaan bumi dalam
gua itu.
“Begitu lama kau mengasingkan diri di sini?” tanya Harwati.
“Dan kau? Berapa lama kau tidak mandi?” tanya Pita Loka.
Pita Loka lalu tersenyum sejenak dan berkata: “Coba resapi bau tubuhmu itu dengan
hidungmu!”
“Ah bau sekali” kata Harwati kemalu-maluan setelah mencium bau tubuhnya.
“Dengan siapa kau belajar, Wati?” tanya Pita Loka.
“Seorang guru tua. Ki Rotan, apakah kau pernah mendengar namanya?”
“Aku tahu siapa dia. Ketika aku menjelang sampai ke Gua Lebah ini, aku melewati
hutan rotan. Seorang udik mengajak aku belajar pada Ki Rotan dengan syarat tidak
menikah seumur hidup. Tapi akhirnya aku melarikan diri hingga sampailah aku di sini. Apa kabar Gumara sekarang? Dia tidak jadi menikah dengan kau, barangkali?”
Harwarti hanya meggelengkan kepala.
“Dia saudara seayah denganku”. katanya, yang membuat Pita Loka terkejut yang tak
dapat disembunyikan lagi.
“Kalau begitu aku berminat untuk meninggalkan gua terasing ini”. kata Pita Loka.
“Ingin kembali ke Kumayan?” tanya Harwati.
“Ya”, sahut Pita Loka.
“Kalau begitu berikan ilmu kesaktianmu untukku!” ujar Harwati bersemangat.
Pita Loka terdiam. Lalu menggelengkan kepala dan berkata: “Tidak bisa seluruhnya.
Hanya setetes yang bisa kuberikan padamu. Dan sia-sia jika kau menganggap
kesaktian ilmuku dari biji tasbih yang seribu biji ini. Tidak, Bukan di sini kekuatan
ilmuku!”
“Ajari aku!” kata Harwati.
“Jiwamu harus bersih dari segala nafsu apa pun, baru kau mendapatkannya. Dan itu
sulit bagimu. Harwati! “ kata Pita Loka dengan ucapan mantap.
“Kenapa?”
“Karena aku melihat dalam dirimu ada sikap tak jujur, iri hati, serakah. Tapi yang akan lebih menyulitkan kau adalah sifatmu yang suka berkhianat”. Itu diucapkan oleh Pita Loka dengan polos. Tanpa minta maaf lebih dulu. Ditatapnya mata Harwati. Dan
Harwati yang memiliki sifat “rai gedeg” itu tidak memperlihatkan perasaan tersinggung.
“Lalu untuk apa sebenarnya kau datang ke Gua Lebah ini, Wati?”
Dengan nada selingkuh Harwati menjawab :”Aku belajar padamu!”
“Betul?”
“Betul”.
“Dan siapakah gerengan yang menyuruh kau belajar padaku?”
“Tidak ada. Hanya atas kemauanku sendiri”. ujar Harwati.
Dan dia sudah berdusta. Tampaknya permainan dustanya itu begitu hebat, sehingga
tak diketahui Pita Loka.
“Lalu, apabila kau sudah mendapatkan ilmuku, apa yang hendak kau lakukan?”
“Terserah pada Guru. Kau Guruku. Seorang murid harus patuh pada perintah sang
Guru”, kata Harwati.
“Bagus. Jadi kau ke sini secara mutlak ingin mendapatkan ilmu Sakti dariku. Tanpa ada yang meyuruh”, kata Pita Loka.
“Ya, tanpa ada yang menyuruh”,
“Pada Ki Rotan ilmumu sudah tamat?”
“Aku justru melarikan diri. Aku diberi makan cacing-cacing. Aku tak diperkenankan tidur sepicing mata pun!”
“Kasihan”, kata Pita Loka.
“Dan bagaimana persyaratan mendapatkan ilmumu?” tanya Harwati.
“Tidak bisa tidur itu termasuk mutlak. Hal itu ada dalam tuntutan ilmuku. Tapi berapa lama kau sudah menjadi murid Ki Rotan?” tanya Pita Loka.
“Baru pada tahap pertama. Hanya seratus hari. Hal ini kulakan setelah aku patah hati.
Karena ternyata Gumara adalah saudara seayah dariku, lain lbu”.
“Oh, senang aku kali ini mendengar kejujuranmu. Tapi tahukah kau berapa lama kau
harus belajar sampai dapat setetes ilmuku?”
“Setetes? “ Harwati kaget.
“Nah itu satu bukti kau serakah. Setetes ilmuku yang kau dapatkan itu harus kau
tempuh dalam waktu 1000 hari, lebih dari 2 tahun setengah!”
Harwati tersenyum licik dan berkata: “Kalau belajar dengan kau, buatku 1000 hari tak mengapa. Aku akan menjadi murid yang tekun, Pita Loka!”
Diantara belitan pohon-pohon rotan yang rapat, Ki Rotan pada waktu matahari
terbenam mendadak sontak berkelit seperti menangkis serangan. Dia seperti merasa
mendapat serangan halus dari arah kulon. Dia berkelibat lagi memasang kuda-kuda seakan musuh sudah dalam jaraklima depa saja.
Limaorang muridnya ikut berkelibat.
“Adaapa Ki Guru?” tanya Pongga.
“Adayang berkhianat!”
“Utusan tuan Guru?”
“Ya. Puteri Ki Karat bangsat itu! Dia kuutus untuk mencuri ilmu Ki Pita Loka. taunya berkhianat”.
“Ini matahari sudah terbenam dua kali. Dia belum juga kembali!” dan Ki Rotan
berubah menjadi macan tutul beringas.
“Perlu saya menyusul?”“ tanya Pongga.
“Tidak perlu! Kalau perlu saya yang menyusul. Dua kali matahari terbenam Harwati
belum kembali, itu berarti ada dua kemungkinan: Pertama, dia berkhianat menuntut
ilmunya Ki Pita Loka. Kedua, kemungkinan dia salah siasat lalu mati dibunuh”
Dugaan Ki Rotan meleset. Harwati tidak berkhianat. Dan Harwati tidak dibunuh. Dia dengan tekun sehari suntuk sejak matahari terbit sampai terbenam. mengangkat batu
kali menuju gua, itu adalah latihan pertama yang harus dilakukanya selama 40 hari
matahari terbit dan terbenam.
Memang latihan itu amat berat. Tapi menurut Pita Loka, ketika dia mendapat ilham
dari ilmunya yang sekarang dia miliki ini hal yang dia perbuat sama seperti Harwati.
Harwati sendiri belum melihat setinggi apa mutu ilmu Pita Loka. Tapi setiap pagi dia melihat betapa terlatihnya Pita Loka melompat dari pohon ke pohon yang jaraknya
sekitar 20 hasta, tanpa berpegangan tangan. Dan bila matahari tegak lurus di langit,
Pita Loka turun dan latihan lompat melompat itu dengan membawa berbagai macam
buah-buahan. Dengan makanan buah itulah makan siangnya. Di sekitar wilayah
kekuasaamya ini tidak pernah mereka makan nasi.
Pengalaman Harwati di perguruan Ki Rotan masih makan buah-buahan umbi yang
direbus. Kadang kalau Pongga berhasil merampok, perbekalan beras cukup untuk dua
minggu di perguruan. Biar pun jatah beras atau makan nasi atau ubi rebus tidaklah
banyak, tapi di tempat Pita Loka ini rasanya suasana perbekalan makanan haruslah
seadanya. Dan mengangkut batu-batu kali yang besar itu menguras tenaga dan
membuat perut gampang lapar.
“Apa kau tak kuat?” tanya Pita Loka di hari ketiga.
“Kuat”, ujar Harwati.
“Jika kau tak kuat, kau boleh kembali ke padepokan Ki Rotan”.
“Tidak. Aku akan betah di sini”.
Dan tanpa diduga rupanya hanya tujuh hari Harwati yang diberi jatah makan buah-
buahan di siang hari. Pada malam menuju hari kedelapan, Harwati mendengar kata-kata gurunya; “Mulai hari kedelapan sampai hari ke limabelas, kau tidak dapat jatah makan buah-buahan siang. Tapi bukan kau saja. Aku ikut tak makan siang”.
Sungguh letih pada hari-hari harus berpuasa menunggu sembari mesti mengangkat
batu kali. Tetapi setelah dialami, memang dia mampu juga. Dan tidurnya sehabis
berbuka ketika matahari terbenam, amatlah nyenyak.
Dan ketika memasuki hari selikuran, Pita Loka berkata:
“Ini hari ke-21 kau belajar. Tugasmu sekarang ini, sampai hari ke-40 adalah
memulangkan kembali seluruh batu yang kau angkut ke Gua.”
Harwati melotot kaget: “Memulangkannya kembali? Jadi apa gunanya diangkut?”
“Semua latihan ada gunanya”, sahut Pita Loka.
“Ki Pita, apa ini bukan olok-olok?”
“Kau tak boleh membantah. Sekali lagi kau membantah kau akan aku usir kembali ke
padepokan Ki Rotan”, kata sang Guru mengancam.
Dengan perasaan jengkel, takut dan kuatir, Harwati mengikuti mata pelajaran yang
baginya belum jelas itu.
Dua hari menjelang hari ke-40, Harwati tergelincir ketika membawa batu kali ke kali lembah di bawahsana itu. Pita Loka bagai terbang dari pohon ke pohon dengan
lompatan-lompatan yang agak mirip lompatan orang hutan. Dan dia mendapati Harwati di bawah dalam keadaan tidak pingsan. Pita Loka tersenyum dan menepik bahu Harwati: “Berdirilah dengan tegap. Kau baru mengalami jatuh satu kali. Ketika aku belajar lewat ilham, aku mengalami 7 kali jatuh. Kau bakal menjadi murid istimewa, Wati”.
Pujian itulah yang mendorong semangat Harwati mengangkut batu dari gua ke lantai
lembah. Dan sampai hari ke-40 itu selama dua hari dia mengalami jatuh tergelincir
sebanyak 6 kali.
“Baru aku tahu”, ujar sang Guru, “Tiap mata pelajaran akan mengalami 7 kecelakaan”......
Tengah malam ketika Harwati tidur pulas, Pita Loka masih memandangi bintang
gemintang di langit yang biru kelembayungan. Sekitar setengah jam lagi, Pita Loka
mesti melakukan upacara penting kenaikan tingkat ilmu. Yaitu awal dari pengisian
ilmu pada muridnya. Kembang tujuh rupa sudah disiapkan dalam segentong air. Nanti
tepat ketika bulan itu menyudut 45 derajat berarti tengah malam tepat, Harwati akan
dimandikan dengan guyuran air kembang itu.
Bersambung...