Sebelumnya...
Sementara Ki Pita Loka melihat keadaan sekeliling dan menikmati senja yang indah itu, dia melihat memang Agung Kifli dalam keadaan mengantuk. Dan tanpa minta ijin lebih dulu, si buntung bekas pemain gitar dan kecapi di Kumayan itu pun rebah di rumputan bawah pohon dina-dina. Sedangkanlima temannya yang buntung lainnya, sudah sejak tiba menjatuhkan diri di rumputan, di bawah pohonan dina-dina yang daunnya lebat. Dia telah tertidur pulas. Tetapi lebih pulas lagi tidurlima anak remaja lainnya itu.
Sura, Abang, Aria, Talago dan Caruk yang bertubuh kecil itu sudah lama tidur ngorok.
Dan ketika semua remaja yang bertangan buntung itu dilihat Ki Pita Loka sudah tidur pulas, barulah secara diam-diam Ki Pita Loka meninggalkan mereka.
Hal ini karena suatu ilham.
Ketika itu Ki Pita Loka sedang menatap langit malam yang biru, dengan sebuah bintang Timur yang tak gemerlap.
Bintang itu bintang Venus dengan tenaga cahaya abadi tanpa gigilan sinar seperti bintang lainnya. Lalu dari bintang Venus itu terbentuk semacam corong kerucut berbentuk kelembutan. Hal itu ditafsirkan oleh Ki Pita Loka sebagai petunjuk. Bahwa pada sudut kerucut itu terletak satu tempat yang istimewa di lembah ini.
Itu berarti pula, dalam dunia ilmu kedalaman, bahwa Ki Pita Loka mendapat perintah untuk pergi ke tempat itu.
Maka dia pun melangkah kesana . Ya, ada bundaran cahaya dilihatnya pada rumputan yang membentang di hadapan.
Pada titik sinar yang terkuat, kesitulah Ki Pita Loka melangkah, lalu dia duduk disana . Dia bersila disana bagaikan sikap bersila semua Nabi dan semua Guru dan Kiyahi.
Dia mengatur pernafasan dengan sebaik-baik napas, sikap semedi yang kosong namun agung.
Kemudian terdengarlah bisikan-bisikan yang indah sewaktu Ki Pita Loka memejamkan matanya.Bisikan-bisikan itu datang dari tujuh penjuru. Lalu tempat kerucut bintang Timur itu pun berubah bertambah terang.
Tepat pada waktu itu, tenaga gelombang Ki Pita Loka mencoba menjangkau jiwa sepupunya Agung Kifli. Jiwa yang dengan tenang sedang beristirahat sepertinya menerima getaran gelombang hingga dia terbangun. Ketika Agung terbangun dari tidurnya, dia mendapatkan dirinya di bawah pohon dina-dina yang berdaun lebat Dilihatnyalima temannya tidur dengan lena. Dia jadi takut karena tidak melihat Ki Pita Loka.
Ketakutan itu menyiksa diri. Apalagi indera hidungnya serasa mencium bau bunga. Dan bunga yang menyebarkan bau di sekeliling yaitu seakan – akan bunga yang digunakan pemandi mayat. Dia merinding. Lalu dia duduk. Dia tak berani melihat ke sekitar. Tapi tiba-tiba seperti ada kekuatan yang mengangkat dagunya.
Sehingga dia melihat keseliling. Sewaktu dilihatnya ada satu sosok berubah hitam tampak samar mendekat, Agung Kifli saperti akan menjerit memanggil Ki Pita Loka untuk minta bantuan.
KETEGANGAN itu semakin membuat Agung Kifli menggigil. Sosok berjubah hitam itu semakin mendekat dan mendekat jua. Agung Kifli rasanya ingin berteriak.
Tapi lidahnya kelu. Dan dia agak geram juga sebab Ki Pita Loka, yang diharapkannya akan memberi pertolongan, tidak tampak. Dalam jaraklima meter itu. Agung Kifli lalu tak berani lagi melihat ke depan. Dongkolnya, dia lihatlima teman-temannya tidur begitu pulas. Dan, Agung pun memberanikan diri untuk bicara. kendati dengan memunggungi tamu tak dikenal itu.
“Aku ingin tahu, apakah anda manusia?”
“Bukan.......”
“Bah! Dan ..... siapa anda?” suara Agung menggigil.
“Aku bukan manusia!” sahut sosok yang rasanya (mungkin) makin mendekat.
“Jadi katakan siapa anda?!” suara Agung rasanya keras, padahal cuma sayup kedengaran.
“Aku makhuk halus,” kata suara dari belakang.
Agung Kifli lalu memejamkan mata untuk menahan takut.
“Kenapa anda ke sini?” tanya Agung Kifli....
“Ingin berkenalan.”
“Tapi aku takut,” ujar Agung tambah gentar.
“Jangan takut. Aku bukan mahluk halus yang jahat,” suara itu kedengaran lagi, dari belakang punggungnya. Dan rasanya tambah dekat. Agung Kifli semakin memejamkan matanya. Keringat dinginnya semakin deras mengocor. Dan dia gemetar sekali ketika berkata: “Aku bukannya tak sudi untuk berkenalan denganmu. Tapi aku takut. Aku tidak mengalami kejadian seperti ini!”
“Baiklah. Kami tak pernah memaksa?” kata suara itu.
“Kami? Jadi kau lebih dari satu,” seru Agung Kifli.
“Memang kami semuanya bertujuh.” Ujar suara itu. Agung Kifli lalu ingat nama Lembah ini. Lembah Tujuh Bidadari. Tentu dia mahluk halus, salah satu dari bidadari itu. Rasanya dia ingin membalik tubuh agar dapat melihat salah seorang bidadari Lembah ini, yang ingin berkenalan dengan dia. Tapi rasa inginnya dikalahkan oleh rasa kecutnya.
Kini Agung Kifli menutup muka. Hening suasana, tak ada suara dan kata-kata lagi.
Mendadak, dalam keadaan senyap begitu, Agung Kifli mendengar suara langkah menjauh. Tentu sosok berjubah hitam tadi telah berlalu. Dia cepat memberanikan diri untuk menoleh. Sayang, sosok tadi sudah melenyap dalam kegelapan.
Tapi Agung amat kaget karena hanya dalam jarak satu meter dari tempat dia duduk ketakutan itu, didapatinya sebuah gitar dan kecapi. Dan karena dia merasa terheran-heran,diberanikannya memegang gitar dan kecapi kecil itu. Tentu kini dengan sebelah tangan saja. Karena tangannya sudah buntung satu, yang kiri. korban dari penipuan Dasa Laksana yang jahat itu.
Darimana gitar ini diambil sosok berjubah hitam tadi? tanya Agung Kifli dengan heran, dalam hati.
Ketika itulah dia mendengar salah seorang remaja yang ketiduran memanggil namanya: “Hai Agung, kamu mengigau?”
“Kemari sini, Caruk Putih!” ujar Agung gelagapan saking herannya, “Kau lihat gitar ini mendadak ada di sini!”
“Padahal ketika kita diculik, pakaian kita pun tak sempurna,” ujar Caruk Putih.
“Ini keajaiban dari ilmu Gaib”. kata Agung Kifli. Lalu terbangun pula Talago Biru.
“Talago, apa kau tidak melihat ini!” tanya Agung Kifli. Tapi Talago Biru tidak memberi reaksi. Dia sedang menatap ke satu titik di kejauhan. Namun dia bisa juga melirik pada gitar dan kecapi yang diperagakan oleh Agung Kifli tadi. Aria dan Sura sama terbangun serentak.
Mereka malah kaget dan berseru : “Hai, siapa yang membawakan gitarmu?”
“Kurasa salah seorang dari tujuh bidadari di Lembah ini,” kata Agung Kifli.
“Keajaiban hanya diperbuat oleh pelaku-pelaku yang ghaib.”
“Kita benar-benar mendapatkan guru sejati,” kata Aria.
“Kita mengalami kebuntungan tangan. Tapi kita menemukan kehidupan yang baru,” ujar Abang Ijo.
Sebagai anak-anak putus sekolah, enam remaja itu seakan - akan dilimpahi kurnia, berupa hadiah dari Tuhan sehabis disiksa oleh kebiadaban. Kini mereka merasa, bahwa kemalangan, musibah dan penderitaan, tidak selalu berakibat buruk.
“Hei, diam!” mendadak Agung Kifli terdongak menatap ke arah Timur. Jugalima remaja buntung lainnya secara serentak menolehkan pandangan ke jurusan yang ditatap Agung Kifli itu.
TIBA-TIBA Agung Kifli melihat sosok di arah kejauhan. Dia sikut bahu Abang ljo: "Hai, ada kau lihat sosok mendekati kita?”
“Mungkin bidadarimu tadi !” kata Abang ljo.
“Mainkan gitarmu!” ujar Sura Jingga.
“Taklukkan dia!” tambah Aria Kuning.
Agung Kifli kemudian menoleh pada Talago Biru. Talago Biru pendiam dingin, tidak sepotongpun melontarkan kegembiraan.
“Bicaralah Talago!” ujar Caruk Putih, yang terkecil diantaralima anak remaja yang buntung itu, bahkan yang terlincah.
Caruk Putih malahan bangkit dari duduk dan berkata: “Kalau kalian semuanya tidak berani, biar aku yang maju.”
Mendadak Talago Biru berkata: “Jangan, itu yang datang bukan bidadari yang tadi menggoda Agung Kifli.”
“Kau bisa melihat siapa yang datang?” tanya Agung Kifli, yang serentak bertanya dengan si Caruk Putih.
“Ya. Aku bisa melihat seseorang dalam gelap. Sejak dulu,” kata Talago Biru.
Agung Kifli heran, dan bertanya: “Kau belajar ilmu melihat kegelapan dimana, Talago?”
“Lihatlah alis mataku. Apakah aku punya alis mata?” tanya Talago Biru dengan nada dingin.
Agung Kifli, Abang Ijo, Sura Jingga dan Aria Kuning berebutan ingin melihat alis mata Talago Biru.
“Ajaib. Kau tidak punya alis mata!” mereka terheran semua.
“Aku mirip ayam jantan dan anjing malam. Tidak punya alis, jadi bisa melihat sesuatu dalam gelap. Termasuk mahluk halus, jika ada,” kata Talago dengan nada tanpa menyombong.
“Yang datang itu,” sambungnya, “Adalah Ki Pita Loka”.
“Ha?”
“Sejak aku dibangunkan, aku sudah melihat dia turun dari bukit itu, lalu beliau menuju ke sini.” kata Talago Biru.
Enam remaja itu gembira sekali. Mereka dengan nafas sesak menunggu kedatangan Ki Pita Loka yang sudah menghilang sejak keenam mereka ketiduran. Dan ketika Pita Loka mendekat, serentak mereka bertanya: “Dari mana Ki Guru?”
“Aku kembali dari bersemedi,” kata Ki Pita Loka.
“Saya menanti anda dengan cemas.”
“Tentu kau mengalami sesuatu.” kata Ki Pita Loka, menerka.
“Sepertinya Guru sudah mengetahui,” kata Agung Kifli.
“Memang akulah yang memerintahkan bidadari itu menemui kau, dan berkenalan dengan kau.”
“Juga anda yang menyuruhnya membawakan gitar dan kecapi ini?” tanya Agung Kifli seraya memperlihatkan gitar dan kecapi miliknya.
“Ya. Setelah dalam semedi aku ketahui, bahwa tujuh bidadari yang diceritakan oleh ayahku dulu adalah jin-jin pekerja, maka aku membaca ayat-ayat Sulaiman untuk menjinakkan mereka. Kalian mungkin sudah tahu dari pengajian di Kitab Suci, bahwa Nabi Sulaiman menjadikan jin - jin itu sebagai pekerja. Merekalah yang mengangkat batu-batu pualam terindah dari Laut Tengah. Dan merekalah yang membuatkannya Istana dan Gudang Intan. Sementara ini, kalian belum akan aku warisi Ilmu Amsal Sulaiman untuk memerintah para jin yang tujuh di Lembah ini. Jika ilmu kalian sudah meningkat, tentu akan saya warisi amsal itu!”
Bersambung...