Sebelumnya...
Bentakan itu sungguh bringas. Bagai singa betina lapar, Ki Harwati menghentakkan kakinya kebumi dua kali, lalu berkata: “Selamat tinggal, budak!”
“Kau terlalu durhaka, adikku”, ujar Gumara dengan nada pedih. Hatinya terluka.
Dia melihat betapa cepatnya langkah Harwati menyusupi ilalang dalam hujan gerimis itu, tanpa bisa dicegah. Gumara masih berdiri terpaku dengan hati geram dan penuh kekuatiran.
KI ROTAN yang juga merasa mendapatkan wangsit untuk memiliki Kitab Tujuh, mengapungkan diri di atas sungai. Karena ia menyesuaikan dirinya dengan takwil mimpi malam sebelumnya, bahwa banjir akan tiba, sementara ini dibiarkan dirinya mengapung, kadang dia menyangkut pada akar kayu di tebing sungai itu. Ya. sungai Selawi akan mengalami banjir besar.
Menjelang tengah hari, Ki Rotan yang mengapung itu merasa gembira. Mimpinya mulai memperlihatkan bukti! Tendangan arus dibawah tubuhnya yang mengapung mulai terasa keras. Sementara kupingnya mendengar suara gemuruh di sebelah mudiksana !Tanda di hulu sungai Selawi sudah mulai banjir besar”
“Mimpiku menjadi kenyataan!” dia berseru ketika tendangan arus sungai bertambah keras. Dan matanya melihat jelas, di arah hulusana , sungai Selawi mulai bergulung-gulung bagai tikar raksasa yang dibuka. Ia seakan-akan sudah separoh sadar saking gembira! Ia seakan siap untuk ditelan gelombang sungai Selawi yang dahsyat itu !
Mendadak di dengarnya suara teriak keras dari atas tebing.” Hai lelaki! Cepat ketepi!”.
Suara itu suara seoraing wanita. Dan wanita itu sepertinya gadis yang masih perawan.
“Aku Ratu Senik. memperingatkan tuan!” seru suara itu. Nama itu dikenal oleh Ki Rotan. Dia menjadi bimbang.
Dia lalu manggepakan kakinya, hingga dia ke tepi. Lalu cepat dia raih akar pohon tebing, dan cepat memanjat ke atas tebing. Separuh panjatan, air sungai Selawi menggerutu menghantam tebing kiri dan kanan, menciptakan bunyi berdengus mengerikan.
Dan Ki Rotan selamat dari telanan sungai bah itu . . .
Ketika Ki Rotan merangkak terus ke atas, wanita tadi sudah seperti menyambut kedatangannya. Ketika dia memperbaiki rambutnya, Ki Rotan pun melirik dengan sorot birahi padanya. Dan mata wanita itu tunduk dan Ki Rotan pun berkata: “Sebutkan nama tuan sekali lagi!”
“Namaku Ratu Senik”, ucapnya.
Ketika berbicara sekalimat singkat itu, tampaklah gigi wanita itu telah dikikir rata, bukti bahwa dia telah menikah.
“Anda seorang janda?” tanya Ki Rotan.
“Ya”.
“Kalau begitu anda adalah janda Guru Besar guru semua guru?”
“Betul, Saya ini janda Ki Tunggal harimau pertama di kawasan seratus bukit dan dua puluhlima sungai”, kata Ki Ratu Senik. Birahi Ki Rotan lalu semakin menyala, sebab dalam mimpinya yang dia dapat semalam berdasar wangsit yang ia terima adalah kalimat terpenting. “Jika engkau berhasil meniduri janda Guru Besar, segera ilmu itu akan menitis lewat dia kepada anda. Dan anda akan mendapatkan Kitab Tujuh seperti anda menanti jatuhnya anai-anai setelah menikmati lampu terang”.
“Tapi tuan Ratu tidak memegang tongkat”, kata Ki Rotan.
“Tuan ragu?” tanya Ratu Senik.
“Bukan ragu. Tiap guru senantiasa ditemani tongkat, mengingat harus berjalan jauh”.
“Saya bukan guru. Saya hanya pewaris ilmu dan suamiku yang telah sampai ajal.
Menurut suamiku, musuhku bukan pendekar pria. Tapi pendekar wanita”.
Ki Rotan makin yakin, apalagi bumi yang dia pijak saat itu adalah bumi pertapaan Ki Tunggal, yang syah kebenarannya!
Mulailah Ki Rotan digelimangi nafsu untuk tidur dengan wanita itu. Seluruh otot tubuhnya jadi kejang dan tegang.
Lalu dia berkata: “Saya kuatir malam ini turun hujan lebat, dan saya tidak punya tempat berteduh”.
“Kenapa tuan cemas?” Mari ke gubukku. Disana saya dapat menyelimuti anda dengan kain berlapis-lapis”, kata Ki Senik.
“Ketika saya tuan selimuti, tuan tentu kedinginan”, kata Ki Rotan. Wanita itu tarsenyum akrab, dan dari pelipis matanya tampak urat kegarangan bagai seekor cacing hidup dilapis kulit kuning dan licinnya. Wanita itu memberi isyarat agar Ki Rotan mengikuti dia menuju pondok pertapaan almarhum Ki Tunggal yang terbukti lagi syah dan benarnya. Pondok padepokan itu seluruhnya terbuat dari daun nipah.
Dan bila Ki Rotan masih ragu, janda itu sendiri pun bimbang mengajak masuk. Nah, waktu hujan turun menjelang senja, waktu itulah Ki Rotan yang sedang berdiri bagaikan patung mendengar tutur manis janda itu: “Nanti tuan sakit terkena hujan lebat yang akan turun. Masuklah, tak baik lama berpatung diri di pintu?”
Ki ROTAN pun masuk. Satu obor kecil yang cahayanya terpelihara, membuat sinarnya menciptakan suasana merangsang. Hujan tobat pun menjadikan bunyiannya menggelorakan dada. Sementara selingan angin seakan-akan menghembus-hembuskan nafasnya ke dalam paru-paru Ki Rotan. Petir dan geledek silih berganti ketika malam tiba. Dan janda itu pun menyodorkan makanan umbi dan minuman nira.
“Makanan apa ini?” tanya Ki Rotan memancing.
“Makanan istimewa, yang selalu aku hidangkan pada suamiku menjelang waktu tidur tiba,”ujar Ki Senik
“Ho-ho!”
“Ini umbi pasak bumi. Dan ini nira Tapanuli yang bisa merangsang lelaki”.
“Aha ... !” Ki Rotan tertawa dan dia menoleh ke arah janda itu dengan mata jelalatan.
“Saya tahu siapa anda”, kata Ki Senik.
“Seluruhnya tentang diriku?”
“Suamiku telah menceritakannya. Anda adalah lelaki yang gagal memperkosa wanita, termasuk murid anda Ki Harwati. Padahal perkosaan itu adalah perbuatan zina yang selalu membatalkan peningkatan derajatmu”, ujar janda itu.
Ki Rotan berubah jadi kecut hati. Tapi kata-kata berikutnya dari mulut kecil janda itu segera menghiburnya. “Kecuali apabila suka sama suka, malaikat pun menjadi saksi syahnya suatu hubungan”.
“Anda kuatir akan aku perkosa?” tanya Ki Rotan bimbang, memancing. “Jika tuan berniat memperkosa saya, saya kuatir ilmu anda akan menjadi bambu buta. Itu adalah sifat tergesa yang melawan kodrat alam. Yang dapat dibenarkan apabila suka sama suka lalu menjadilah dua mahluk lain jenis sebagai suami-isteri”, kata Ki Senik yang ucapan itu segera membangkitkan rangsangan. Ketika Ki Rotan beranjak duduk ingin membelai kepala Ki Senik, janda itu berkata. .. Kekuatan anda mutunya akan di bawah kadar suamiku almarhum jika tuan tidak makan umbi pasak bumi masakanku dan meminum nira pembangkit tenaga”. Dan dia pun bersabar hati mengikuti saran janda itu. Dan dia mendapat kehormatan disuapi makan malam, dan diminumkan nira itu. Tapi di waktu telah kenyang dia, dia berkata: “ Bolehkah tanya tidur sekarang?
Mataku sudah berat sekarang”. “Sebelum tuan masuk selimut terlebih dulu wajib menyatakan ikrar, agar semua yang tuan perbuat pada saya akan saya jalin dengan apa yang saya persembahkan. Dan menjadi syah jika tujuh malaikat mendengarkan ikrar tuan”.
Janda itu mengulurkan tangan, yang telapaknya dipegang oleh Ki Rotan. Lalu janda itu menuntut kata-kata ikrar dimaksud: “Saya. Ki Rotan, dengan saksi tujuh malaikat, mengawini Ki Ratu Senik, janda Ki Tunggal yang merupakan Guru dari segala Guru di seratus bukit ini yang dikawal oleh selawe sungai, dan menjadikannya isteri syah saya, sehingga tidur dan makan dengan dia bukan lagi merupakan perzinaan”.
Kata-kata ikrar yang diikuti Ki Rotan itu cukup fasih sehingga Ki Rotan langsung saja menerkam tubuh janda itu tanpa menunggu diselimuti.
“Sungguh tuan ini seorang lelaki sempurna”“, demikian pujian Ki Senik sehabis dia mandi keramas dengan tujuh kembang pilihan.
“Tapi saya harus mengembara lagi”, kata Ki Rotan.
“Mencari Kitab Tujuh. “
“Ya”.
“Keinginan tuan dituntut oleh kesabaran. Tuan tak beda dengan Ki Harwati, yang kemarin pagi mendatangiku ke sini, memaksa aku untuk memperlihatkan Kitab Perjalanan untuk mendapatkan peta persembunyian Kitab Tujuh.
Bersambung...