Sebelumnya...
Lupakah tuan bahwa, tuan tidak bisa pergi sendiri? saya ini isteri, garwa tuan, dan wajib menemani anda sampai mati? Dan pernahkah tuan mendengar, cobaan dan ujian yang harus dialami untuk mendapatkan Kitab Tujuh itu?”
“Aku lalu berfikir tentang Ki Harwati”, kata Ki Rotan, “Rupanya dia lebih dahulu melangkah dariku, sebelum aku sendiri melangkah”.
“Jangan kecewa. Siapa yang melangkah duluan, belum tentu dialah yang duluan sampai”, kata Ki Ratu Senik.
“Tapi akulah yang mendapatkan wangsit”, ujar Ki Rotan.
“Wangsit itu hanya petunjuk. Wangsit harus disertai dengan lakon. Tiap lakon mengalami perjuangan. Jika tuan bersikeras pergi sendiri, tuan akan menderitakannya sandiri. Jika saya ikut, keadaan jadi lain. Satu tugas besar dan berat, lebih ringan dilakukan berdua”.......................
KI ROTAN seutuhnya percaya kepada ucapan Ki Ratu Senik, karena isterinya ini bukan perempuan sembarangan.
“Tadi engkau menyebutkan nama Ki Harwati. Dan kau pun kenal siapa dia dengan baik. Kau bilang, dia kesini memaksamu untuk menanyakan Kitab Perjalanan. Untuk mengetahui peta letak Kitab Tujuh itu. Kalau begitu, Bukit Tunggal ini adalah pusat semua ilmu dan kitab. Jika tidak, kenapa dia berkali-kali harus ke sini”.
“Itu mungkin benar. Tapi seluruh rahasia itu ada pada Ki Tunggal. Padahal begitu beliau mati, terkuburlah seluruh rahasia itu”.
“Jadi apa artinya perkawinan kau dan saya ini?” tanya Ki Rotan.
“Tentu saja ada. Jika aku hamil, aku akan melahirkan keturunanmu!”
“Bukan itu makna pertanyaanku!”
“Setidaknya, memenuhi kebutuhan kelamin anda dan saya, tuan guru”.
“Ah, yang aku harapkan dan kau bukan sekedar kebutuhan kelamin. Aku juga butuh tuah darimu karena kau bekas isteri pendekar bertuah”, kata Ki Rotan.
Ki Ratu Senik memegang bahu suaminya. Dan dia berkata lirih: “Kalau demikian, ikrar perkawinan kita tak lebih dari perkawinan hewan. Begitukah anggapan tuan?”
“Kau harus memberi sasuatu padaku”, kata Ki Rotan.
“Apa yang harus kuberi?”
“Bermacam-macam rahasia. Setidaknya Tuan Guru Tunggal pernah bercerita padamu tentang rahasia hidup beberapa pendekar dan calon pewaris ilmu sakti. Pernahkah beliau ketika hidup menceritakan tentang pendekar wanita Ki Harwati?” tanya Ki Rotan.
“Pernah ada disebutkan, bahwa dia akan mewarisi Pedang Ratu Turki. Dan kulihat buktinya, pendekar wanita ini memilikinya, ditaruh di pinggangnya,, ketika dia datang”.
“Apa lagi?”
“Satu hal terjadi di luar ramalan itu!” kata Ki Senik.
“Adakelainan?”
“Dia tidak menjadi pemilik Kitab Makom Mahmuda. Padahal gandengan Pedang Turki itu haruslah kitab itu, agar pedang itu tidak salah penggal, kerena pemilik kitab itu tahu jalan masuk dan jalan ke luar yang benar. Karena kedudukan pemilik dua barang sakti itu meliputi cahaya batin. Ini malah sebaliknya. Dia seakan-akan gelap, tak tahu arah, malah ke sini menanyakan padaku Kitab Perjalanan, . . .. bukankah ini bukti dia masih punya kekurangan?”
“Menurutmu . . . apa kekurangan Pendekar Harwati?” tanya Ki Rotan.
“Mungkin kekurangannya adalah dia berjiwa serakah”, kata Ki Senik.
“Koq anda tahu?”
“Dia memiiliki Mahkota Ular. Di kepalanya ada ular Piransa belang kuning, yang mungkin akan selalu menyesatkan dia. Tidak semua pandekar harus menerima tawaran untuk menghiasi dirinya dengan barang - barang sakti. Menurut almarhum suamiku, tiap pendekar yang baik memiliki benda sakti kembar. Sebagai contoh: bila memiilki pedang sakti, harus punya satu kitab sakti. Juga pribadi pendekar harus kembar: Jika dia punya watak baik, harus disertai watak berkorban. Jika dia punya watak buruk, dia pun harus punya sifat mau menguasai orang lain. Apa anda masih buta dari ilmu satu ini?”
“Bukan begitu, istriku! Apa kau berpendapat dia terhalang mendapatkan Kitab Makom Mahmuda itu karena dia memelihara ular perhiasan?”, “Kukira betul demikian”, kata Ki Ratu Senik.
“Adasatu pertanyaan pentingku”, kata Ki Rotan.
“Cobalah menanyakan, selagi aku bisa menjawab”.
“Pertanyaan terpenting buatku, selain Ki Harwati, siapa lagi nama pendekar terpenting di kawasan seratus bukit ini?”tanya Ki Rotan.
“Dia masih turunan Ki Karat. Namanya Ki Gumara. Setelah matinya harimau tua ... almarhum suamiku ... kudengar Ki Gumara mengisi kekosongan itu. Harimau Tujuh akan tetap tujuh selamanya”.
“Namaku tak beliau sebut?”
“Ada. Tapi tidak dalam urutan penting, seperti halnya nama Ki Ibrahim Arkam”.
“Adapernah juga disebut nama Pendekar Pita Loka?” tanya Ki Rotan. Ki Senik tardiam sesaat. Menurut ingatannya, nama ini tidak boleh disebutkan oleh siapapun kendati mengetahui rahasia kelebihannya. Jika dilanggar sumpah ini, maka Ki Senik akan melahirkan anak cacat. Diamnya Ki Senik, membuat Ki Rotan curiga, lalu menuding: “Kau mau merahasiakan kelebihan Pendekar wanita yang satu ini?”
“Bukan aku ingin merahasiakan pada anda. Bukankah anda suamiku? Tapi sekiranya aku menceritakan perihal dia ini, aku akan dikutuk oleh sumpah yang sudah aku janjikan pada Guru semua pendekar. Almarhum Ki Tunggal”.
KI ROTAN menjadi merah wajahnya. Dia berusaha menahan amarah. Namun yang akan dilampiaskan kemarahannya adalah bukan sembarang perempuan. Ketika rasa ngeri itu melintas, wujud pribadinya jadi lemah lembut. Dia bertanya dangan nada merendah: “Bolehkah aku mengetahui, dari tujuh pendekar harimau itu, detik ini ada berapa pendekar yang bersibuk diri?”
“Tiap kejadian, selalu tiga pendekar bersibuk diri”.
“Dari tujuh harimau itu?”
“Belum tujuh harimau itu seluruhnya bersibuk. Pokoknya, satu diantara tujuh harimau itu harus menjalani kesibukan “.
“Setidaknya kamu diberitahu ke mana Ki Harwati pergi?”, kata Ki Rotan.
“Jika pun dia berkata, belum tentu langkahnya kesana . Pendeknya dia akan selalu dirundung kegelapan selagi dia campuradukkan Pedang Ratu Turki dengan memeli hara barang sakti selain Kitab Makom Mahmuda. Selagi minyak tidak dapat disatukan dengan air, begitupun ilmu hitam tidak dapat dibaurkan dengan ilmu putih”.
“Apakah pernah kau berjumpa dengan pendekar sinting?” tanya Ki Rotan.
“Oh, lelaki gila itu? Maksud tuan Ki Dasa Laksana?”
“Ya!”
“Dia pemilik ilmu Setan”
“Setidaknya salah satu dari ramalannya bisa terbukti !” ujar Ki Rotan.
“Memang dia meramalkan ketika mampir kesini, bahwa Ki Harwati akan menyerbu Desa Kumayan, membunuh beberapa orang tak berdosa dan memenggal lengan 17 remaja sebagai tumbal mendapatkan buku Kitab Tujuh”.
“Dia juga manyebut nama tempat tersimpannya KitabTujuh”.
“Dia hanya menduga, Kitab Tujuh itu ada di Bukit Kumayan!”.
“Dia ke Bukit Kumayan?” desak Ki Rotan.
“Entahlah. Tapi jangan dengar ucapan orang gila. Berteman dengan setan, penghulunya adalah iblis-iblis. Aku ngeri jika anda dipengaruhi oleh ucapannya”, kata Ki Senik.
“Kini hampir jelas bagiku, apa yang kau rahasiakan pada saya tentang Ki Pita Loka.
Dia puteri Ki putih Kelabu. Dia berasal dari Kumayan. Jadi anda merahasiakan ini sebab kuatir saya akan mengembara ke Kumayan, lalu meninggalkan anda. Sedangkan perkawinan kita baru satu malam”
Mendengar tantangan itu, Ki Senik bersedih hati. Dia pernah dengar juga tentang ambisi Ki Rotan yang kobarannya bagai api.
Ki Rotan pun tahu kelemahan wanita muda ini. Kelemahannya adalah sex..Jadi pada malam harinya, dicumbunya isterinya itu, tetapi setiap isterinya minta disetubuhi, dia selalu menolak. Hanya dibuatnya ketagihan birahi belaka!
“Katakan dulu rahasia Kitab Tujuh itu, agar akulah jadi pemiliknya. Tidakkah kau bangga, apabila aku menjadi raja dari semua guru, temasuk raja dari harimau yang tujuh?
“Jangan bujuk aku sehingga melanggar sumpah”, kata Ki Senik.
“Kau takut anakmu akan cacat?”
“Tentu. Karena itulah inti sumpahku!”
“Kau kalau begitu berpihak kepada Ki Pita Loka? Dia toh musuh saya, dan musuh saya berarti musuh kau !”
Bersambung...