Sebelumnya...
LAKI-LAKI ini masih muda belia. Rambutnya gondrong menjela-jela sampai ke bahu. Parasnya gagah, sikapnya waktu melangkah meski acuh tak acuh dan seenaknya namun mengandung kewibawaan dan keperkasaan. Enam langkah dari mimbar dia berhenti dan menjura pada Supit Jagat kemudian melayangkan senyuman pada puluhan biarawati-
biarawati yang duduk di ruangan itu.
Semua orang membathin siapakah adanya pemuda ini dan cara
bagaimanakah dia bisa masuk ke dalam gedung Biara Pensuci Jagat?
Pintu gerbang dikunci, seseorang yang tak tahu rahasia membuka pintu
itu, meski bagaimanapun hebat serta tinggi ilmunya niscaya dia tak
sanggup membukanya! Melompati tembok juga mustahil. Tembok
halaman saja tingginya lima tombak dan ditambah besi-besi panjang
berduri setinggi tiga tombak! Di samping itu apakah kedatangan pemuda
asing tak dikenal ini membawa maksud baik atau niat jahat?!
Akan tetapi Supit Jagat meski keterkejutannya serta rasa tidak enak
menyelinapi hatinya, namun melihat si pemuda menjura hormat
kepadanya dia balas menganggukkan kepala, tapi tetap tutup mulut
menunggu sampai si pemuda bicara duluan.
“Apakah saat ini aku berhadapan dengan Ketua Biara Pensuci
Jagat?!” tanya pemuda itu.
Melihat pada pertanyaan yang diajukan ini Supit Jagat segera
mengetahui bahwa pemuda itu belum berada lama di ruangan tersebut.
Paling lama sejak ketika Biarawati Satu membaca bagian terakhir dari
surat mendiang Ketua Biara yang lama.
“Betul orang muda, kau memang berhadapan dengan Ketua Biara
Pensuci Jagat,” menjawab Supit Jagat.
“Ah... syukur. Syukur kalau begitu....' Si pemuda garuk kepalanya
dua kali.
“Orang muda harap terangkan siapa kau. Bagaimana caramu bisa
masuk ke gedung ini dan apakah membawa niat baik atau buruk?” tanya
Supit Jagat.
Pemuda itu tertawa malu macam anak kecil. “Namaku buruk,”
katanya, “jadi tak usahlah aku beri tahu pada Ketua Biara Pensuci Jagat.
Mohon maaf. Apalagi aku orang tolol dan banyak mencap aku ini berotak
miring.... “
Biarawati Lima, seorang nenek-nenek berbadan sangat gemuk yang
punya penyakit darah tinggi lekas naik darah, berdiri dari kursinya dan
membentak.
“Pemuda sedeng! Di sini bukan tempat melawak! Lekas katakan apa
maksudmu menyelinap ke sini. Jika kau membawa niat jahat kupatahkan
batang lehermu dan kulemparkan mayatmu ke luar tembok!”
Si pemuda naikkan kedua alis matanya.
“Galak betul! Galak betul!” katanya. “Aku datang ke sini bukan
untuk melawak. Kau lihat sendiri ibu tua, tak ada satu hal lucupun yang
aku buat. Tak ada satu orang disini yang tertawa! Bagaimana kau bisa
bilang aku melawak?!”
Beberapa arang Biarawati tertawa sembunyi-sembunyi. Biarawati
Lima merah mukanya lalu berseru pada Supit Jagat, “ketua, harap
izinkan aku menghajar pemuda edan ini!” Ketua Biara Pensuci Jagat
lambaikan tangan memberi isyarat agar mempersabar diri. Dia maklum
kalau si pemuda bisa menyelinap masuk ke dalam gedung, pastilah dia
bukan sembarang orang!
“Orang muda, kuharap kau bisa bicara seperlunya mengingat di
mana kau berada saat ini dan mengingat pula kau adalah tamu yang
tidak diundang,” berkata Supit Jagat.
“Sekarang harap terangkan apa maksud kedatanganmu ke sini.”
“Aku datang membawa maksud baik dan persahabatan,” kata si
pemuda.
“Hem, begitu? maksud baik dan persahabatan macam manakah
kiranya?” tanya Ketua Biara Pensuci Jagat pula.
Si pemuda memandang dulu berkeliling lalu kembali palingkan
kepala pada Supit Jagat. “Ketua”, katanya, “kau saksikan sendiri,
sebagian besar dari biarawati-biarawati di sini adalah perempuan-
perempuan muda dan cantik-cantik....”
“Pemuda kurang ajar! Mulutmu pantas untuk disumpal dengan
ujung pedangku!” bentak seorang biarawati. Tapi Ketua Biara Pensuci
Jagat kembali lambaikan tangan memberi isyarat agar anak buahnya itu
tidak bertindak kesusu dan duduk kembali ke kursinya.
Kepada si pemuda sang Ketua berkata, “Teruskan ucapanmu!”
Setelah terbatuk-batuk beberapa kali baru si pemuda membuka
mulutnya kembali. “Kerbau sekandang bisa dikurung! Harimau berlusin-
lusin bisa disekap! Tapi kecantikan perempuan tak bisa dikurung, tak
bisa disembunyikan, tak bisa disekap! Betul atau tidak...?!”
Diam-diam Ketua Biara yang baru ini menjadi gemas juga dalam
hatinya. “Orang muda, ucapanmu terlalu berbelit-belit! Bicara saja secara
singkat tapi jelas!”
Si pemuda hela nafas dan garuk kepala beberapa kali. Beberapa
orang biarawati dari golongan tua berdiri dari kursi dan berseru, “Ketua,
kehadiran pemuda ini lebih lama tidak menyenangkan kami! Narap beri
izin kami untuk mengusimya!”
Pemuda itu memandang pada beberapa orang biarawati itu. “Kalian
punya hak untuk mengusirku! Tapi alangkah memalukan bila nanti kalian
tahu kedatanganku secara baik-baik ini disambut dengan pengusiran!”
“Baik atau jahat maksud kedatanganmu, kami tidak suka kau hadir
di sini.”
“Eh, apakah kau yang menjadi Ketua di sini?” ejek si pemuda.
Merahlah muka si biarawati.
Dia segera hunus pedangnya dan melompat mengirimkan satu
serangan ganas. Si pemuda sedikit pun tidak bergerak! Malahan dengan
sikap acuh tak acuh dia berpaling pada Ketua Biara Pensuci Jagat.
Sementara tebasan pedang datang menyerangnya dia berseru, “Ketua!
Sungguh penyambutan yang memalukan. Bukannya aku disuguhi
minuman malah dikasih tebasan pedang!”
Angin pedang menyambar tanda senjata maut sudah berkelebat
dekat sekali! Tapi si pemuda masih juga memandang pada Ketua Biara
Pensuci Jagat seakan-akan tak perduli atau tak tahu apa-apa kalau
dirinya diserang!
Namun!
Seruan tertahan bahkan kaget memenuhi ruangan itu. Seratus
pasang mata melotot. Biarawati yang menyerang si pemuda kelihatan
berdiri terhuyung-huyung sedang pedang yang tadi dipakainya untuk
menyerang kini kelihatan berada dalam tangan si pemuda! Jurus yang
dimainkan Biarawati Tujuhbelas tadi adalah jurus yang cukup lihai dalam
ilmu pedang Biara Pensuci Jagat. Tapi si pemuda menghancur le-
burkannya dalam satu gebrakan saja dan dengan sikap acuh tak acuh,
sambil bicara dengan Ketua mereka! Betul-betul hebat!
Biarawati golongan muda yang sejak tadi tertarik akan kecakapan
tampang si pemuda kin! semakin tertarik melihat ketinggian ilmu pemuda
itu. Dan dalam hati masing-masing mereka membathin siapakah gerangan
pemuda ini?!
“Ketua Biara Pensuci Jagat,” kata si pemuda, “kedatanganku ke sini
dengan maksud baik dan bersahabat, tapi orangmu telah menyerangku!
Orang lain mungkin sudah kalap dan tak terima perlakuan ini! Tapi aku
orang tolol dan rendah, tak apa-apa. Ini soal biasa! Perempuan kalau
sudah beringas memang suka menyerang duluan!”
Dengan tertawa-tawa pemuda itu memutar tubuhnya dan
melangkah kehadapan biarawati yang tadi menyerangnya. Dia
membungkuk sedikit lalu mengangsurkan senjata itu seraya berkata .
“Harap kau suka terima pedangmu kembali dan maaf kalau aku bikin kau
jadi kalap. “
Biarawati itu tak berkata apa-apa. Diambilnya pedangnya kemudian
berlalu dengan cepat.
“Orang muda, jika kau betul-betul datang dengan niat baik dan
bersahabat, bicaralah seringkas mungkin!”
Pemuda itu mengangguk.
'Tadi aku sudah bilang bahwa kecantikan itu tak bisa disembunyi-
sembunyikan, tak bisa dibendung dengan tembok setinggi apapun!
Kecantikan sebagian besar biarawati biarawati di sini telah diketahui oleh
dunia luar dan tokoh-tokoh persilatan! Telah sampai ke telinga seorang
tokoh golongan hitam bergelar Pendekar Pemetik Bunga.... “
Si pemuda tak bisa teruskan keterangannya karena sampai di situ
suasana di ruangan tersebut menjadi ribut! Terpaksa Ketua Biara
memberi tanda untuk menenangkan suasana.
Dan si pemuda meneruskan keterangannya pula.
“Jika kalian di sini pada gaduh mendengar nama Pendekar Pemetik
Bunga berarti kalian sudah tahu manusia macam apa dia adanya!”
Pemuda itu palingkan kepalanya pada Supit Jagat. “Ketua Biara,” dia
berkata lagi, “aku mendapat kabar bahwa manusia terkutuk itu berada di
sekitar sini akhir-akhir ini. Dan kabarnya lagi, dia akan mendatangi Biara
ini untuk melaksanakan perbuatan-perubatan mesumnya selama ini!”
Suasana tegang dan sunyi laksana dipekuburan mencekam ruangan
besar itu.
Di dalam kesunyian yang tegang itu, diam-diam Biarawati Satu
berkata kepada Ketua Biara Biara Pensuci Jagat dengan ilmu
menyusupkan suara.
“Ketua, hatiku tetap bercuriga pada pemuda ini. Aku yakin dia
datang bukan dengan maksud baik. Apa yang diucapkannya cuma omong
kosong belaka.”
“Yang aku herankan ialah bagaimana dia bisa masuk kesini,”
menyahuti Supit Jagat. “Meski ilmu tinggi tapi selama puluhan tahun tak
ada satu tokoh silatpun yang sanggup masuk ke Biara ini, apalagi tanpa
setahu kita!”
Biarawati satu bertanya, “Apa perlu aku suruh beberapa orang-orang
kita untuk menyelidik sekeliling tembok dan pintu gerbang?!”
“Lakukanlah!” kata Supit Jagat pula.
Maka sepuluh orang biarawati angkatan muda segera keluar
meninggalkan ruangan itu. Pemuda rambut gondrong tersenyum. Matanya
tidak buta. Dia telah melihat tadi mulut Biarawati Satu dan Ketua Biara
Pensuci Jagat bergerak-gerak. Pasti ada yang dibicarakan kedua orang itu,
dan pasti menyangkut dirinya.
“Ketua Biara Pensuci Jagat,” kata sipemuda seraya rangkapkan
kedua tangan di muka dada. “Rupanya kau dan biarawati-biarawati di sini
sangat bercuriga padaku.”
“Tentu saja,” sahut Supit Jagat. “Kau datang tanpa diundang, masuk
dan bicara seenaknya, tidak mau terangkan diri!”
“Apakah kau tidak percaya kalau Pendekar Pemetik Bunga akan
mendatangi tempatmu ini...?”
“Dia boleh datang dengan maksud jahat. Tapi dia musti tinggalkan
kepala di sini!”
Sipemuda tertawa bergelak.
“Nama Biara Pensuci Jagat memang sudah lama dikenal dalam dunia
persilatan. Ketuanya Supit Jagat memang sakti luar biasa. Tapi jangankan
kau, gurumu sendiripun tiada sanggup menghadapi Pendekar Pemetik
Bunga!”
“Kau menghina guru dan Ketua kami!” teriak beberapa Biarawati.
Mereka menyerbu si pemuda. “
Supit Jagat tidak berusaha menahan. Dia ingin lihat sampai dimana
kehebatan pemuda berambut gondrong itu. Sepuluh pedang menyambar
dengan mengeluarkan suara angin bersiuran. Karena yang menyerang itu
adalah biarawati-biarawati dari golongan tua yang ilmunya sudah
sempurna maka kehebatan serangan itu tidak terkirakan dahsyatnya.
Dalam sekejapan mata tidak bisa tidak tubuh si pemuda akan tersatai!
Atau akan terputus berkeping-keping!
“Sungguh memalukan!” seru si pemuda. “Di sarang sendiri biarawati-
biarawati yang katanya mau mensucikan dunia ini dari segala kekotoran,
menyerang main keroyok!”
“Bagi manusia-manusia edan tak tahu peradatan dan kurang ajar,
tak perlu merasa malu!” sentak salah seorang dari biarawati yang
menyerang.
Sekejap kemudian ruangan besar itu bergemuruh oleh suara
beradunya sepuluh badan pedang yang menimbulkan bunga api yang
terang sekali!
Semua orang berseru kaget. Ketua Biara Pensuci Jagat membuka
matanya lebar-lebar. Tapi si pemuda yang tadi hendak dikermus lenyap
dari pemandangan, entah kemana!
Tiba-tiba terdengar suara salah seorang biarawati. “Hei! Lihat!
Manusia itu sudah bergantung pada kawat lampu!”
Semua kepalapun mendongak ke langit-langit di atas ruangan!
Ternyata betul. Pemuda berambut gondrong itu bergantung di langit-langit
ruangan dengan tangan kirinya memegangi kawat kecil lampu yang
menerangi ruangan besar itu! Kalau dia tidak memiliki ilmu mengentengi
tubuh yang tinggi luar biasa, pastilah kawat itu akan putus!
“Pemuda edan!” pekik seorang biarawati, “jangan kira aku dan
kawan-kawan tidak sanggup mengejar kau ke atas sana!”
Sepuluh tubuh berjubah putih laksana anak-anak panah melesat ke
atas dan serentak itu pula kirimkan serangan pedang yang lebih ganas
yaitu jurus “Menabas Gunung Menusuk Rembulan”
Terdengar suara bersiut-siut dan sedetik kemudian disusul oleh
suara jatuhnya lampu minyak besar yang tergantung di langit-langit
ruangan! Kacanya dan semprongnya pecah bertebaran, minyak tumpah
membasahi lantai! Sepuluh pedang biarawati-biarawati tadi nyatanya telah
menabas putus kawat lampu hingga jatuh pecah berantakan ke lantai.
Dan hebatnya lagi saat itu si pemuda sudah berdiri lagi di
tempatnya semula sebelum diserang pertama kali tadi. Berdiri diantara
pecahan kaca dan minyak lampu sambil tertawa-tawa rangkapkan tangan
di muka dada!
Penasaran sekali sepuluh biarawati segera menukik dan hendak
lancarkan serangan untuk ketiga kalinya!
Tapi kali ini Ketua Biara Pensuci Jagat cepat berseru. “Tahan!”
Meski hati gusar tapi sepuluh biarawati hentikan serangan namun
ketika turun kelantai kembali tetap membentuk posisi mengurung si
pemuda!
“Para biarawati harap kembali ke tempat,” perintah Ketua Biara
Pensuci Jagat. Sepuluh biarawati turun perintah itu. Mereka sarungkan
pedang masing-masing dan duduk kembali ke tempat semula.
Disaat itu pula sepuluh biarawati yang tadi disuruh menyelidik
keluar gedung kembali memasuki ruangan.
Dengan ilmu menyusupkan suara Ketua Biara Pensuci Jagat
hendak bertanya pada biarawati-biarawati itu, tapi mendadak si pemuda
sudah mendahului!
“Bagaimana?” tanyanya. “Apa kalian menemui tembok pagar yang
bobol atau pintu gerbang yang rusak?!”
Sepuluh biarawati itu tiada perdulikan pertanyaan si pemuda
melainkan melangkah ke hadapan Ketua mereka dan melaporkan bahwa
tidak ada satu tanda yang mencurigakanpun di luar sana. Semuanya
beres dan rapi! Ketua Biara Pensuci Jagat anggukkan kepala dan suruh
sepuluh biarawati itu kembali ke tempat masing-masing.
“Pemuda,” berkata sang Ketua. “Ilmu yang barusan kau
pamerkan...”
“Ah...!” memotong pemuda itu. “Siapa yang pamerkan ilmu!”
tanyanya. “Orang diserang toh musti mengelak? Siapa sih orangnya yang
mau ditusuk-tusuk dengan pedang? Yang mau dicincang? Kucing
budukpun pasti larikan diri atau mengelak!”
Tenggorokan Supit Jagat turun naik beberapa kali. Kemudian dia
berkata lagi. “Meski ilmumu setinggi gunung sedalam lautan, meski
pengalamanmu saluas bumi, tapi jika kau datang ke sini dengan
membawa niat jahat, jangan harap kau bisa keluar hidup-hidup dari sini!”
Si pemuda menghela nafas.
“Apakah kalian di sini tuli semua? Apa aku sejak tadi cuma bicara
dengan tonggak-tonggak mati?!” katanya. Lalu dia meneruskan. “Pertama
datang aku sudah bilang bahwa maksudku ke sini adalah membawa niat
baik dan bersahabat! Bahkan aku kasih keterangan pada kalian di sini
bahwa Biara ini dan kalian semua sedang terancam bahaya! Bahaya itu
datangnya belum tentu tapi pasti datang! Bahaya Pendekar Pemetik
Bunga! Tapi kalian bukannya percaya, malah bercuriga padaku! Malah
menyerang aku! Aku yang edan apa kalian yang keblinger!”
“Kalau kau datang betul membawa niat baik dan bersahabat,
mengapa datang tidak memberi tahu lebih dulu? Mengapa lancang masuk
dengan diam-diam ke tempat orang?!” Si pemuda tertawa.
“Kalian sedang rapat! Sedang adakan pertemuan! Kalau aku datang
dengan mengetuk pintu gerbang sana atau berteriak-teriak memberi
salam, pastilah akan mengganggu rapat kalian.”
“Kau memang sudah mengganggu kami!” semprot Biarawati Lima
yang memang sejak tadi belum habis rasa penasarannya.
Si pemuda angkat bahu.
Dipalingkannya tubuhnya pada Ketua Biara Pensuci Jagat, dan
berkata.
“Ketua, jika kau dan semua orang di sini menganggap aku telah
mengganggu kalian dan mengacaukan suasana pertemuan ini mohon
dimaafkan. Aku tak akan mengganggu lebih lama.”
Pemuda itu menjura dua kali di hadapan Supit Jagat. “Cuma jangan
menyesal kalau keteranganku nanti terbukti benar!”
Pemuda ini menjura satu kali pada barisan biarawati-biarawati yang
duduk berjejer-jejer di kursi lalu segera hendak putar badan tinggalkan
ruangan itu!
Mendadak biarawati gemuk tadi berteriak.
“Ketua! Bukan mustahil pemuda ini sendiri Pendekar Pemetik Bunga itu!”
Supit Jagat tercekat hatinya. “Ya, bukan tak mungkin,” katanya
membathin. Cepat-cepat dia bertepuk tiga kali dan keseluruhan biarawati
yang duduk di kursi berdiri cepat, menyebar di seluruh tepi ruangan,
menjaga jendela-jendela dan menjaga pintu-pintu! Tak mungkinlah bagi si
pemuda untuk meninggalkan tempat itu kini!
Lebih-lebih ketika terdengar suara. “Sret... sret..., sret...!” Suara
pedang yang dicabut dari sarungnya! Seratus pedang kini melintang di
tangan!
Bersambung...