Sebelumnya...
Ketua Biara Pensuci Jagat terkejut ketika melihat jarum alat rahasia di dalam kamarnya bergerak-gerak! Segera ditekankannya sebuah tombol di tepi tempat tidur. Dua buah pintu rahasia terbuka dan delapan orang biarawati muncul. Kedelapannya menjura lalu berpaling ke arah alat rahasia yang dituding oleh Ketua mereka.
“Atur pengurungan!” kata Ketua Biara itu pula. “Lima puluh di
dalam, lima puluh di luar! Yang datang ini mungkin orang yang kita
tunggu-tunggu!”
Delapan biarawati menjura lagi lalu meninggalkan kamar Ketua
mereka. Supit Jagat, Ketua Biara memandang lagi ke jarum alat rahasia.
Jarum itu kini kelihatan diam tak bergerak-gerak, tapi sesaat kemudian
kelihatan bergerak lagi.
Kali ini ketua Biara itu segera membentak, “Tamu di atas atap,
silahkan turun unjukkan diri!”
Baru saja Supit Jagat berkata begini maka terdengarlah suara
menggemuruh! Atap dan langit-langit kamar amblas roboh! Diiringi oleh
suara tertawa bekakakan sesosok tubuh berjubah hitam melompat turun
dalam gerakan yang sangat enteng! Yang datang ternyata betul Pendekar
Pemetik Bunga!
“Ha... he... sungguh satu kehormatan dapat berkunjung ke Biaramu
ini, Supit Jagat!” .
Baru saja Pendekar Pemetik Bunga berkata demikian empat dinding
kamar amblas ke dalam lantai dan kini terbukalah satu ruangan besar.
Disetiap tepi ruangan berbaris dua lapis biarawati-biarawati angkatan tua
dan angkatan muda berseling-seling! Kesemuanya dengan pedang di
tangan!
“Hem...” Pendekar Pemetik Bunga memandang berkeliling. Tidak ada
bayangan rasa terkejut pada parasnya. “Rupanya sudah ada persiapan
untuk menyambut kedatanganku!” katanya.
Ketua Biara Pensuci Jagat tertawa mengekeh.
“Nama kotormu sudah lama kami dengar. Noda busuk yang kau
tebar di mana-mana sudah sejak lama hendak kami putus! Nyawa bejatmu
sudah sejak lama ingin kami kirim ke neraka jahanam! Tapi hari ini
agaknya kami tak perlu susah-susah turun tangan ke luar Biara! Malaekat
maut rupanya telah membawamu ke sin!!”
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga rangkapkan tangan di muka
dada.
“Betapa indahnya susunan kata-katamu. Supit Jagat!” berkata
Pendekar Pemetik Bunga. “Tapi ketahuilah, aku datang ke sini bukan
dibawa oleh malaekat maut, sebaliknya justru mengantarkan malaekat
maut yang ingin cepat-cepat naerenggut nyawa kalian! Dan....” Pendekar
bertampang buas ini batuk-batuk beberapa kali. “Dan menyedihkan sekali,
rupanya hanya kroco-kroco tua macammu yang ditakdirkan mampus!
Biarawati-biarawati muda belia musti dihadiahkan untukku!”
“Kurasa matamu belum buta Pendekar Terkutuk!” sahut Supit Jagat.
“Belum buta untuk melihat orang-orangku yang berdiri, dalam satu barisan
maut, belum buta untuk melihat pedang-pedang yang melintang!”
“Aku memang tidak buta!” Pendekar Pemetik Bunga memandang lagi
berkeliling. “Tapi sebaiknya biarawati-biarawati muda itu tak usahlah ikut-
ikutan bertempur! Mereka akan mati percuma sebelum merasakan betapa
nikmatnya hidup di dunia ini! Betapa nikmatnya berada dalam pelukanku! Betapa nikmatnya tidur bersa....”
Sebilah pedang meluncur tepat di depan hidung Pendekar Pemetik
Bunga, membuat pemuda ini tersurut satu langkah dan terputus kata-
katanya!
“Apakah lidahmu kelu hingga tak bisa teruskan buka mulut?” ejek
Supit Jagat.
“Ketua Biara Pensuci Jagat! Kau adalah manusia yang musti mati
pertama kali di dalam gedung ini! Darahmu akan mensucikan lantai biara
ini!”
Habis berkata begitu Pendekar Pemetik Bunga buka gulungan sabuk
mutiara di pinggangnya sedang tenaga dalam dialirkan tiga perempat
bagiannya ke tangan kanan! Dua tangaa itupun kemudian bergerak dengan
serentak!
Pukulan”Tapak Jagat” menggebu dahsyat di barengi oleh gelombang
angin yang keluar dari sabuk mutiara! Gedung bergoncang, bumi laksana
dilanda lindu! Tapi disaat itu Ketua Biara Pensuci Jagat sudah berpindah
tempat dan dengan satu lengkingan keras dia memberi isyarat agar lima
puluh biarawati yang ada di ruangan itu segera menyerang!
Maka berkecamuklah pertempuran yang bukan olah-olah
dahsyatnya! Lima puluh pedang menderu! Satu-satunya lawan yang
diserang berkelebat ganas balas menyerang! Dan dalam setiap kelebatan
musti ada jatuh korban di pihak biarawati. Yang menemui ajalnya ini
justru biarawati-biarawati angkatan tua yang sudah berumur! Rupanya
Pendekar Pemetik Bunga benar-benar hanya akan menumpas biarawati-
biarawati tua sebaliknya membiarkan hidup biarawati-biarawati muda belia
untuk kemudian akan dilalap dirusak kehormatannya!
Ketika hampir separoh dari biarawati angkatan tua menemui ajalnya,
ketika lantai diruangan terbuka itu sudah licin dan amis oleh baunya
darah maka Supit Jagat segera membentak. Dia tak mau lebih banyak
jatuh korban dipihaknya! “Semuanya mundur!”
Perintah yang laksana geledek ini dipatuhi oleh setiap biarawati.
Semuanya mundur ke tepi dan di tengah ruangan besar itu kini hanya
Ketua Biara serta Pendekar Pemetik Bunga saja yang berdiri berhadap-
hadapan dalam jarak delapan tombak. Di lantai bertebaran belasan tubuh
biarawati-biarawati tua yang telah menemui ajalnya!
“Kebinatanganmu sudah lebih dari binatang! Kebejatanmu sudah
melewati batas! Kebiadabanmu seluas luatan! Dosamu setinggi gunung!
Segera keluarkan senjatamu, manusia terkutuk!”
Pendekar Pemetik Bunga menyeringai.
“Rupanya Ketua Biara sendiri yang hendak turun tangan?! Bagus!”
ujar Pendekar Pemetik Bunga. “Tapi kalau tadi aku dikeroyok puluhan
bergundal-bergundalmu aku hanya bertangan kosong, masakan
menghadapi kau seorang diri musti pakai senjata segala?!”
“Kau akan binasa bersama kecongkakanmu manusia dajal!” Marah
sekali Ketua Biara Pensuci Jagat itu. Maka pada saat itu juga
dikeluarkannya senjatanya yaitu seikat sapu lidi yang bernama Sapu Jagat,
warisan dari Ketua Biara yang terdahulu!
Melihat senjata yang dikeluarkan lawannya adalah seikat sapu lidi
maka Pendekar pemetik Bunga tertawa memingkal!
“Nenek Ketua, kau mau menyapu atau bertempur? Sapu lidi buruk
itukah senjatamu?! Lucu sekali... betul-betul lucu!” Supit Jagat maju tiga
langkah.
Tiba-tiba dia sapukan sapu lidinya ke arah lawan! Pendekar Pemetik
Bunga berseru kaget. Berubahlah parasnya! Angin yang ke luar dari sapu
lidi itu dahsyatnya laksana badai prahara, seperti menghancur leburkan
sekujur tubuhnya! Secepat kitat dia segera melompat ke samping sampai
empat tombak! Tapi Ketua Biara tidak kasih kesempatan, segera pula dia
memapas dengan senjatanya!
Ketika lima belas jurus dia terkurung rapat oleh sambaran Sapu
Jagat yang dahsyat itu, menggeramlah Pendekar Pemetik Bunga. Pukulan-
pukulan “Tapak Jagat” dan kebutan “Angin Pengap” tepi jubahnya sama
sekali tidak mempan menerobos gulungan angin sapu lidi lawan!
Pada jurus kedua puluh satu Pendekar Pemetik Bunga memekik
tertahan sewaktu ujung sapu menyerempet dadanya dan membuat jubah
hitamnya robek besar!
Tidak tunggu lebih lama Pendekar Pemetik Bunga segera cabut
kembang kertas kuning yang menancap di kepalanya. “Semua tutup jalan
nafas atau ke luar dari sini!” teriak Supit Jagat karena dia maklum bahwa
kembang kertas itu mengandung racun yang sangat dahsyat! Biarawati-
biarawati angkatan muda segera tinggalkan ruangan sedang biarawati-
biarawati angkatan tua tetap di tempat.
Pertempuran kini telah berjalan tiga puluh empat jurus dan yang
memengkalkan Pendekar Pemetik Bunga ialah racun kuning yang setiap
detik menggebu ke luar dari bunga kertasnya sama sekali tidak sanggup
menerobos angin sapu lidi sang ketua Biara malahan kalau dia tidak
berhati-hati, racun bunga kertas itu sering kali dihantam membalik ke
dirinya sendiri!
Di saat pertempuran berjalan semakin dahsyat, di saat tubuh kedua
orang itu hanya merupakan bayang-bayang yang dibungkus oleh sinar
kuning serta lingkaran-lingkaran angin Sapu Jagat maka tiba-tiba
terdengarlah suara siulan siulan nyaring yang tak menentu yang kemudian
disusul oleh suara nyanyian seseorang!
Hanya biarawati-biarawati di tepi kalangan pertempuran yang berani
mendongak ke atas, ke arah datangnya suara nyanyian itu sedang mereka
yang bertempur meskipun hati masing-masing tercekat mendengar
nyanyian ini namun tiada berani palingkan muka!
Anak laki-laki hamil dalam perut perempuan
Itu namanya anugerah Tuhan
Anak laki-laki lahir dari rahim perempuan
Itu namanya kuasa Tuhan
Anak laki-laki dibesarkan perempuan
Itu namanya kasih sayang
Laki membunuh perempuan
Itu namanya dosa besar
Laki-laki memperkosa perempuan
Itu namanya terkutuk
Menuntut ilmu buat kebaikan
Itu namanya bijaksana
Menuntut ilmu buat kejahatan
Itu namanya kesetanan
Dua tahun turun gunung
Malang melintang kelantang keluntung
Di timur membunuh
Di barat memperkosa
Di selatan membunuh dan memperkosa
Di utara memperkosa dan membunuh
Dosa setinggi gunung
Dosa di mana-mana
Kejahatan sedalam lautan
Kejahatan dimana-mana
Guru sendiri turun gunung
Dibunuh dengan kepala dingin
Itu namanya laknat kualat
Pendekar Pemetik Bunga yang merasa bahwa nyanyian itu ditujukan
kepadanya mengerling sekilas dan di atas loteng yang bobol dari mana dia
menerobos masuk tadi dilihatnya dua orang duduk berjuntai di atas tiang
palang. Yang seorang laki-laki berpakaian putih, dialah yang menyanyi tadi.
Yang seorang lagi gadis cantik berpakaian kuning!
Biarawati-biarawati yang ada di tepi ruangan yang juga melihat ke
atas loteng segera mengenali pemuda yang bernyanyi itu yakni bukan lain
daripada Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Karenanya
mereka tidak ambil perduli. Sementara itu dari kalangan pertempuran
terdengar lagi pekik Pendekar Pemetik Bunga. Ujung Sapu Jagat telah
melanda untuk kedua kalinya bagian dada, sehingga jubah yang sudah
robek kini robek tambah besar. Kulit dada pemuda itu sendiri kelihatan
tergurat merah, sakitnya bukan main!
Di atas loteng Sekar yanp sudah sejak tadi tak dapat menahan
melompat turun, tapi lengannya dicekal erat-erat oleh Wiro Sableng.
“Jangan bodoh! Jika kau mengetengahi pertempuran itu salah-salah
kau bisa kena gebuk sapu Ketua Biara atau kena tersambar racun jahat
bunga kertas Pendekar Pemetik Bunga!”
“Aku tidak takut mati! Biar mati asalkan pemuda terkutuk itu
mampus ditanganku!”
Sekar hendak melompat lagi tapi lengannya tetap dicekal Pendekar
212 dan Wiro tak perdulikan rutukan yang dikeluarkan gadis itu.
“Lihat saja dulu, Sekar! Sekarang belum saatnya kita turun tangan!”
'Tapi kalau bangsat itu mampus di tangan Ketua Biara. Aku akan
menyesal percuma seumur hidup!”
Wiro tertawa.
“Pendekar Terkutuk itu belum keluarkan ilmu simpanannya,
jangankan si Ketua, guru Ketua Biara itupun tak bakal sanggup
menghadapinya!”
Sekar ingat akan ucapan Empu Tumapel yaitu tentang ilmu “Jari
Penghancur Sukma” yang dimiliki Pendekar Pemetik Bunga! Karenanya dia
terpaksa ikuti nasihat Wiro dan tetap duduk di samping pemuda itu di atas
loteng.
Pertempuran di bawah sana sudah berkecamuk enam puluh empat
jurus!
“Crass!”
Pendekar Pemetik Bunga lompat ke luar dari kalangan pertempuran
sewaktu sapu lidi senjata lawan membabat putus tangkai bunga kertas
sedang bunganya sendiri robek-robek bertaburan!
“He... he... he... bersiaplah untuk menghadap setan kuburan pemuda
terkutuk!” kata Ketua Biara Pensuci Jagat pula. Pendekar Pemetik Bunga,
yang biasanya menyahuti setiap ejekan lawannya dengan beringas kini
bungkam seribu bahasa. Bola matanya bersinar tapi kelopak matanya
kelihatan menyipit dan mencekung sedang tampangnya buas dan mulut-
nya berkemik! Dia berdiri di tengah ruangan dengan sepasang kaki
merenggang.
Tiba-tiba kelihatanlah ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya
memancarkan sinar hitam! Pendekar 212 yang berada di atas loteng
tersentak kaget dan berseru keras.
“Ketua Biara Pensuci Jagat! Lekas menghindar! Kau tak bakal
sanggup menghadapi ilmu Jari Penghancur Sukma itu!” Tapi Supit Jagat
tidak ambil peduli. Malah dengan tubuh laksana gunung karang dia tetap
berdiri di tempat dan kerahkan seluruh tenaga dalamnya ke sapu lidi di
tangan kanan!
Ibu jari dan jari telunjuk Pendekar Pemetik Bunga mulai membentuk
lingkaran. Sinar hitam jari-jari itu menggidikkan.
“Ketua Biara, lekas menghindar!” seru Wiro sekali lagi. Namun tetap
Supit Jagat tidak bergerak dan hadapi lawannya dengan penuh ketabahan!
“Edan betul!” teriak Wiro Sableng!
Pendekar 212 bersuit nyaring. Tak seorangpun yang melihat kalau
tangannya sebelah kanan saat itu sudah berubah menjadi putih laksana
perak menyilaukan!
Di lain kejap Pendekar Pcmetik Bunga jentikkan jari telunjuknya.
Dihadapannya Supit Jagat hantamkan pula sapu lidinya dalam satu jurus
tusukan yang dahsyat!
Larikan sinar hitam yang dahsyat menggidikkan menggebu ke arah
Supit Jagat. Sinar hitam ini dipapasi oleh angin membadai yang berwarna
putih agak kelabu dari sapu sang Ketua Biara! Hebatnya, sebelum dua
sinar maut itu sama-sama berbenturan, dari atas loteng satu sinar putih
yang panas dan sangat menyilaukan memapak di tengah-tengah kedua
sinar tadi!
Itulah Pukulan Sinar Matahari yang telah dilancarkan oleh pendekar
212 dari atas loteng!
Tiga dentuman yang berkumandang secara serentak menggetarkan
bumi. Dunia laksana mau kiamat! Dinding-dinding ruangan pecah-pecah,
banyak yang ambruk! Tiang-tiang gedung biara beberapa diantaranya
runtuh bergemuruh! Loteng amblas! Biarawati-biarawati yang ada di dalam
gedung segera berlompatan ke luar termasuk Pendekar Pemetik Bunga dan
Supit Jagat, Wiro Sableng sendiri sabelumnya telah melesat meninggalkan
loteng bersama Sekar. Sewaktu kedua orang ini sampai di halaman muka,
keduanya mendapatkan Ketua Biara dan Pendekar Pemetik Bungs telah
berhadap-hadapan kembali!
Diam-diam Pendekar 212 berunding dengan Sekar. Kemudian Wiro
berseru, “Ketua Biara, harap kau suka memberi kesempatan padaku untuk
turun tangan menjajal pemuda yang katanya berilmu setinggi gunung
sedalam lautan dan congkak ini!”
Supit Jagat setelah melihat kehebatan ilmu Jari Penghancur Sukma
lawannya menyadari bahwa dia tak akan sanggup menghadapi Pendekar
Pemetik Bunga! Seruan Pendekar 212 tadi adalah kesempatan yang paling
baik baginya untuk mengundurkan diri tanpa kehilangan muka.
“Pendekar 212, jika kau memang punya urusan tertentu dengan
manusia keparat ini silahkan maju!”
“Licik!” teriak Pendekar Pemetik Bunga. Matanya beringas
memandangi Wiro Sableng.
Pendekar 212 sebaliknya tertawa mengejek!
“Dalam kamus kehidupanmu, rupanya kau masih kenal arti kata
licik heh? Apakah kau juga tahu apa artinya kebejatan? Apa arti terkutuk
dan apa arti kualat serta dosa?!”
Merah padam paras Pendekar Pemetik Bunga!
“Kunyuk bermuka manusia, kau siapa? Apa kepentinganmu
mencampuri urusan orang lain?!”
“Apa kepentinganku? Banyak... banyak sekali sobat! Kau bisa tanya
nanti pada iblis-iblis penjaga kubur atau setan-setan di neraka...” Habis
berkata begini Wiro Sableng tertawa bekekekan.
“Anjing kurap yang tak tahu diri, makan jariku ini!” Sinar hitam
berkiblat melanda Wiro Sableng!
Pendekar 212 yang sudah punya rencana tersendiri tidak memapasi
serangan lawan dengan seluruh tenaga dalamnya. Dia tak ingin manusia
terkutuk itu mati dalam tempo singkat!
Sambil lancarkan pukulan sinar matahari dia melompat setinggi enam
tombak. Dari bawah Pendekar Pemetik Bunga kebutkan lengan jubahnya!
Dua lusin bola-bola hitam menderu ke arah Wiro Sableng. Yang diserang
menyambut dengan pukulan “Benteng Topan Melanda Samudera.” Dua
puluh empat bola-bola hitam itu meledak dan udara tertutup kabut hitam!
Pendekar 212 yang tahu maksud licik lawannya, begitu kabut hitam
menutupi pemandangan segera jungkir balik dua kali berturut-turut. Bila
dalam sekejapan mata kemudian dia sudah ke luar dari kabut hitam itu
maka kelihatanlah Pendekar Pemetik Bunga melarikan diri ke arah pintu
gerbang biara. Lima orang biarawati yang menjaga pintu itu sekali jentikan
jari saja segera dibikin meregang nyawa oleh Pendekar Pemetik Bunga.
Pemuda ini kemudian bergerak cepat menekan tombol rahasia pembuka
pintu. Tapi Pendekar 212 tahu-tahu menghadang dihadapannya!
“Mau lari ke mana sobat?!” bentak Wiro Sableng.
Sebenarnya Pendekar Pemetik Bunga bukanlah seorang pengecut.
Namun melihat ilmu “Jari Penghancur Sukma” yang dilancarkan terhadap
Wiro Sableng tiada mempan sama sekali maka lumerlah nyalinya!
Kegusaran membuat Pendekar Pemetik Bunga menjadi kalap, apalagi
dalam keadaan kepepet begitu rupa. Dia menyerbu membabi buta! Tangan
kiri mengebutkan sabuk mutiara sedang tangan kanan kembali lancarkan
ilmu “Jari Penghancur Sukma”
Wiro tetap tak mau sambuti serangan dahsyat itu dengan kekerasan.
Dia jatuhkan diri ke tanah, bergulingling cepat mendekati lawan sebelum
larikan sinar hitam menyerempet tubuhnya untuk kemudian tahu-tahu dia
sudah berada di belakang Pendekar Pemetik Bunga!
Pendekar Pemetik Burga membalikkan badan secepat kilat. Tapi
begitu tubuhnya berbalik, begitu dua ujung jari melanda urat besar
dipangkal lehernya! Tak ampun lagi pemuda terkutuk ini menjadi kaku
tegang tubuhnya!
“He... he.... Apakah kini kau bisa jual tampang pamerkan segala ilmu
silat dan kesaktianmu, manusia terkutuk?!” ejek Wiro Sableng.
“Bangsat rendah! Kelak kau akan rasakan pembalasanku...!”
Sementara itu Sekar yang melihat musuh besarnya berada dalam
keadaan tertotok segera datang berlari dan keluarkan Rantai Petaka Bumi.
“Manusia bermuka iblis! Hari ini lunaslah hutang jiwa orang tua dan
adikku!”
“Wuut!”
Rantai baja dengan bola baja berduri menderu ke arah kepala
Pendekar Pemetik Bunga! Pendekar ini membeliak besar kedua matanya,
keringat dingin berbutir-butir di keningnya! Dari mulutnya ke luar jerit
ketakutan setinggi langit!
Sesaat lagi bola berduri itu akan menghantam hancur remukan
kepala Pendekar Pemetik Bunga, satu tangan memukul ke depan dan bola
berduri lewat setengah jengkal di alas kepala si pemuda yang sudah
ketakutan setengah mati.
“Wiro! Apa-apan kau?!” sentak Sekar karena Wiro-lah yang membuat
serangan mautnya tak mengenai sasaran!
“Jangan bodoh, Sekar! Mati dalam tempo yang singkat terlalu enak
buat manusia macam dia!” Wiro berpaling pada Ketua Biara Pensuci Jagat
dan beberapa biarawati yang ada di situ. “Bukankah demikian?” ujarnya.
Supit Jagat tertawa mengekeh.
“Kita jebloskan saja dia ke dalam sumur binatang berbisa!”,
mengusulkan Supit Jagat.
Wiro tertawa dan gelengkan kepala.
Dipegangnya dagu Pendekar Pemetik Bunga lalu tanyanya,
“Sobat, apakah kau pernah memikirkan bagaimana sakitnya sekujur
tubuhmu bila jalan darahmu menyungsang terbalik?!”
Pucat pasilah muka Pendekar Pemetik Bunga.
“Demi Tuhan, aku minta agar dibebaskan! Aku bertobat. Betul-
betul tobat...! Aku betul-betul tobat...! Aku mohon keadilan!” kata
Pendekar Pemetik Bunga. Kepalanya dipalingkan pada Supit Jagat,
mohon belas kasihan. Dan saat itu dia mulai menangis merengek-
rengek macam anak kecil!
“Kau mohon keadilan dan mohon pengampunan?” tanya Supit
Jagat dengan tertawa-tawa.
“Ya, dan aku akan bertobat,” sahut Pendekar Pemetik Bunga.
“Baik, kami akan ampuni kau punya jiwa. Tapi ada syaratnya!”
“Apapun syaratnya akan aku terima,” kata Pendekar Pemetik
Bunga tanpa ragu-ragu.
Ketua Biara Pensuci Jagat tertawa, “Syaratnya mudah saja.
Cungkil sendiri kau punya jantung dan serahkan padaku!” Pendekar
Pemetik Bunga menangis meraung-raung minta diampuni. Matanya
menjadi bengkak dan merah.
“Pendekar 212, sebaiknya lekas saja dimulai penjatuhan
hukuman atas dirinya!” kata Supit Jagat.
“Betul, makin cepat makin baik!”
Wiro membelai-belai rambut Pendekar Pemetik Bunga dengan
senyum-senyum. “Kasihan.., kasihan....” katanya. Kemudian dua jari
tangannya bergerak melakukan totokan di beberapa bagian tubuh
Pendekar Pemetik Bunga.
Semua orang menunggu apa yang bakal terjadi. Pendekar
Pemetik Bunga sudah seputih kain kafan tampangnya, keringat
mengucur mulai dari kulit kepala sampai ke kaki! Mula-mula dia tak
merasakan apa-apa. Tapi kemudian kepalanya terasa sampai sakit.
Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh! Peredaran darah dalam
tubuhnya tidak normal lagi. Berdenyut membalik! Dan lolongan-
lolongan yang mengerikan ke luar tiada hentinya dari mulut laki-laki
itu. Beberapa saat kemudian Wiro lepaskan totokan di tubuh pemuda
terkutuk itu. Kini rasa sakit semakin menjadi-jadi. Dunia ini seperti
menyungsang di mata Pendekar Pemetik Bunga. Dia lari sana lari sini,
berteriak tak karuan, mencak-mencak, berguling di tanah! Beberapa
menit berlalu darah mulai mengucur dari kedua lobang hidung, mata
serta telinganya!
Wiro berpaling pada gadis baju kuning di sebelahnya “Sekar, jika
kau mau turun tangan inilah saatnya. Tapi jangan bunuh dia
sekaligus!”
Rahang-rahang Sekar bergemeletakkan. Dia maju satu langkah.
Rantai Petaka Bumi diputar-putar. Melihat ini Pendekar Pemetik
Bunga lari jauhkan diri.
Tapi “wuutt!”
Bola baja berduri menderu.
Pendekar Pemetik Bunga berteriak. Kupingnya yang sebelah
kanan putus! Darah mengucur lebih banyak. Sekali lagi bola baja itu
berdesing dan kali yang kedua ini sasarannya adalah telinga sebelah
kiri Pendekar Pemetik Bunga! Keganasan dendam Sekar tidak sampai
di situ saja, bola bajanya menderu lagi menghantam hidung si pemuda
hingga hidung itu hancur melesak dan tampang Pendekar Pemetik
Bunga sungguh mengerikan untuk dipandang!
“Sudah cukup, Sekar?!” tanya Wiro Sableng.
“Belum!” jawab gadis itu pendek dan beringas. Sementara itu
Pendekar Pemetik Bunga sudah terhampar di tanah dekat tembok,
megap-megap dan masih menjerit-jerit! Di antara jeritan itu terdengar
lagi deru bola baja berduri dua kali berturut-turut! Yang pertama
menghantam tangan kanan Pendekar Pemetik Bunga, tangan yang
telah puluhan kali melakukan kejahatan membunuh manusia-manusia
tak berdosa! Hantaman yang kedua melanda tepat pada anggota
rahasia di antara selangkangan Pendekar Pemetik Bunga yang selama
dua tahun telah puluhan kali merusak kehormatan perempuan
terutama gadis-gadis berparas cantik!
Tubuh Pendekar Pemetik Bunga mengegelepar-gelepar. Nyawanya
masih belum putus, hampir diambang sekarat!
“Ketua Biara Pensuci Jagat, bagaimana dengan kau?,” tanya
Wiro.
Supit Jagat tertawa sedingin salju. Ingat dia pada orang-
orangnya yang telah menemui ajal di tangan pemuda itu. Dia maju
selangkah.
“Pendekar terkutuk! Apakah kau masih bias mendengar suaraku?!”
“Uh…uh..”
“Hem bagus… Meski matamu tak dapat melihat karena genangan
darah tapi dengarlah aku akan lukis parasmu seindah mungkin
dengan sapu lidiku ini!”
Habis berkata demikian, Supit Jagat tusukkan ujung sapu
lidinya ke muka Pendekar Pemetik Bunga! Jeritan pemuda itu
terdengar lagi, tapi tidak sekeras tadi. Suaranya sudah sember dan
mukanya mengerikan lebih kini! Tusukan Sapu Jagat membuat
mukanya itu laksana dipanteki dengan ratusan paku!
Pendekar Pemetik Bunga menggelepar-gelepar. Berguling ke kiri
dan ke kanan, bergelimang darah serta debu. Kematiannya sungguh
mengerikan. Namun mungkin itu belum seimbang dengan kejahatan-
kejahatan yang paling terkutuk yang pernah dilakukannya selama dua
tahun.
T A M A T