Sebelumnya...
Hari itu juga, pasukan Guwakancana dengan prajurit-prajurit raksasanya menuju Dwarawati mengemban tugas raja mereka. Dan ketika sudah mencapai perbatasan Dwarawati, hal tersebut diketahui oleh pasukan Dwarawati dibawah pimpinan Senapati Setyaki. Segera pertempuran antara prajurit Dwarawati dan Guwakancana terjadi.
#/setyaki
Pertarungan antara Setyaki dan Patih Kumbarananggo pun berlangsung seru. Namun ternyata patih Guwakancana memiliki kesaktian yang luar biasa. Setyaki dalam tekanan. Para prajuritnyapun mempunyai nasib sama, mulai mundur teratur akibat desakan pasukan raksasa yang beringas.
Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba dari angkasa muncul seorang satria yang langsung menyerang para prajurit raksasa Guwakancana. Pasukan raksasa yang sebelumnya diatas angin, mendapat serangan bak angin topan dari satria tadi, seketika kocar-kacir. Setelah itu satria tadi segera menghampiri Patih Kumbarananggo dan menyerangnya dengan trengginas. Setyaki yang sudah berkeringat dingin, melihat satria itu seketika tersenyum senang dan segera memperoleh tenaga kedua untuk membantu prajurit Dwarawati menyerang prajurit-prajurit raksasa Guwakancana.
Kedudukan sekarang berubah, gantian prajurit Guwakancana yang terdesak, begitupun Patih Kumbarananggo. Dia mulai terdesak oleh olah kridanya satria itu. Dan akhirnya berteriak memberi aba-aba kepada prajuritnya untuk mundur. Tergopoh-gopoh prajurit-prajurit Guwakancana mundur menjauhi prajurit Dwarawati.
“Gatotkaca ! Terima kasih engkau telah membantu pamanmu ini melawan Patih Kumbarananggo dari Guwakancana”
“Sudah menjadi tugas kewajibanku Paman untuk membantu Dwarawati”
“Kalau begitu, ayo ikut pamanmu ke Dwarawati untuk menghadap Prabu Kresna”
“Sendika Paman”
#/gatotkaca
Sosok pendek, bulat, hitam dan berwajah suram itu berjalan pelan sendiri di tengah hutan belantara gung liwang liwung.
Ya sosok itu adalah Semar yang tengah membawa jiwa gundah dan lara. Berjalan tanpa arah sekehendak kaki melangkah. Meskipun sendirian di hutan nan angker dan banyak dihuni oleh binatang-binatang buas, namun anehnya tiada yang sanggup mendekat apalagi menyentuh untuk mengganggu tubuh sosok itu. Bahkan singa, harimau, serigala sampai jin setan perayangan yang berkeliaran disekitar hutan itu, terdiam dan hanya memandang sosok itu dengan pandangan penuh hormat.
Ya … jiwa minulya itu adalah Nayataka, naya adalah wajah, rona, ulat (basa jawa) dan taka adalah mati. Wajah kematian yang menggambarkan bahwa pemiliknya telah mencapai taraf mengenal dan telah siap mati kapanpun. Bahwa kematian adalah wajib adanya karena nyawa adalah milik Sang Maha Kuasa.
Ya … jiwa minulya itu adalah Nayabadra atau badranaya, naya adalah ulat, badra adalah bulan. Sang pemilik wajahnya bersinar bak rembulan. Terang dan meneduhkan bagi sesiapa yang memandangnya. Menentramkan yang bersapa dan berdekatan dengannya.
Sosok Semar adalah penggambaran manusia dan Tuhannya, antara penuh kekurangan dengan kesempurnaan. Semar adalah seorang lelaki karena bagian kepalanya menyerupai laki-laki, namun payudara dan pantatnya adalah perempuan. Rambutnya memiliki kuncung layaknya anak-anak, namun tlah memutih seperti orang tua. Bibirnya slalu tersenyum menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan, namun matanya selalu basah oleh tangis kesedihan. Semar adalah kita, yang sering tertawa namun kerap pula menitikan air mata lara, adakalanya bersikap kekanak-kanakan namun kerap pula bertindak bijaksana. Semar adalah kita, yang dalam diri bersemayam kekurangan, cacat dan jauh dari sempurna. Dan bila kita menyadarinya dan berupaya tuk mengurangi kekurangan dan mengedepankan kebaikan maka Allah Yang Maha Sempurna dapat berkenan meyertai jiwa dan raga kita.
Seraya berjalan pelan, Semar lirih mendendangkan sebuah lagu
Bocah Bajang nggiring angin
anawu banyu segara
ngon-ingone kebo dhungkul
sa sisih sapi gumarang
Bojah bajang menggiring angin
Menguras air lautan
Peliharaannya kerbau bodoh
Beriringan dengan sapi gumarang
Seolah Semar mewartakan kepada seluruh isi hutan belantara itu, mengabarkan kepada seluruh penghuni dunia, bahwa manusia dikaruniai kelemahan yang ada pada wujud seekor kerbau, namun di sisi lain juga memiliki kelebihan layaknya sapi gumarang yang cerdas dan bertanduk tajam. Dan untuk gapai restu Ilahi haruslah diupayakan mengharmoniskan antara sifat yang serba kurang, lemah dan cacat di satu sisi dan sifat yang serba sempurna di sisi yang lain, manusia membutuhkan perjuangan panjang, sepanjang umur manusia itu sendiri, seperti bocah bajang nggiring angin dan nawu segara, menggiring angin dan menguras lautan, tiada pernah kan selesai.
Semar mendendangkan begitu lirih
Semar melantunkannya sepenuh hati
Semar menghayati makna yang tersirat dengan khitmat
Semar berdendang lirih
Semar merunduk khusyu
Dan kemudian tangannya memelintir kuncungnya
Seketika …………..
Laksana bom nuklir meledak, dentamnya mengguncang kahyangan
Para penghuninya begitu terkejut digunjang gempa tiba-tiba
Para dewa dewi bertanya apa yang terjadi
Para batara batari segera ingin tahu siapa yang mampu menciptakan guncangan dahsyat ini
Geger kahyangan !!!
Bersambung...