AD
AD
Sebelumnya...
Pendeknya, calon penduduk sini yang sudah laporan pada Ki Karat, aman selamanya
tidak akan diganggu. Lalu mengenai permohonan saya minta tulung nak Gumara,
yaitu soal penyakit saya ini. Wah, sejak kena pertama, di sini, di sini, di sini, gatalnya
bukan main. Nanti muncul lagi lobang di bagian sini, lalu keluar getah begini…aduh
gatalnya bukan main”.
Gumara memotong “Jadi jelas yang bikin teluh ini Ki Karat”.
“Ya”.
“Kenapa musti lewat saya. Bapak Tohingkan bisa pergi sendiri, minta kesembuhan
pada Ki Karat?”
Lelaki tua ini lalu meneteskan airmata. Dengan nada hiba dia berkata “Ki Karat
ilmunya nakal. Dia pasti nanti minta kehormatan bini saya”.
“Oh ya?” Gumara terpelongo.
“Sedikit yang tahu mengenai kenakalannya ini”.
“Dia dukun cabul ya?”
“Bukan cabul. Tapi itulah syaratnya. Kalau syaratnya diminta begitu, kita tidak bisa
mengelak”.
“Aku sungguh-sungguh kaget”, Gumara menghempaskan pantatnya pada jok kursi
rotan, lalu melirik ke wajah Pak Tohing yang mengerikan itu.
“Baiklah, Pak Tohing. Saya akan membujuk Ki Karat agar penyakit anda bersedia dia
cabut”, kata Gumara. Tohing kelihatan girang sekali. Tetapi, sungguh mengherankan,
sewaktu Tohing keluar dari pekarangan rumah Gumara, dari balik pohon kapuk
berkelibat sebuah golok. Dan leher Tohing putus seketika. Tampak orang melarikan
diri setelah melihat Tohing roboh.
Dan paginya Gumara kaget melihat begitu banyak orang berkumpul. Lebih kaget lagi
sewaktu polisi meminta keterangan dari Gumara.
Bersambung...
AD