Sebelumnya...
Padahal aku telah memilikinya. Telah aku tumpas Ki Pita Loka, dan telah kusimpan Kitab Tujuh itu. Jika kalian berdua ingin mendapatkan tuah Kitab Tujuh, dan berguru kepadaku, syaratnya sedarhana”.
“Apa?” tanya Ki Harwati terkena pesona.
“Sederhana. Kalian berdua, bersama aku, menuju Desa Kumayan. Kita habisi nyawa enam harimau yang bercokol disana , kita rubah tata hidup orang di Kumayan. Dan kita bertiga baru syah menjadi orang-orang sakti. Tahukah kalian, bahwa panghalang semua ilmu sakti itu hanya satu orang, yaitu Ki Pita Loka. Sedangkan dia sudah aku bunuh di Lembah Tujuh Bidadari dalam perang tanding yang dahsyat. Kalau kalian tidak percaya, mari kita lewati kuburannya”.
Ki Rotan kini ikut terpesona. Langkahnya jadi besar mengikuti langkah Ki Dasa Laksana yang seleboran kayak orang mabok itu. Ketika sampai ke satu lembah, dia menunjuk tujuh pancang kuburan.
Ki Harwati tercengang. Enam kuburan berisi enam potongan tangan dan satu kuburan lagi tidak.
“Yang tidak sempat aku potong tangannya hanya satu ini, Ki Pita Loka. Tahukah kalian, mengapa Ki Pita Loka gagal mendapatkan Kitab Tujuh? Ini, enam pemuda remaja, pria-pria muda yang berguru padanya. semuanya dia ambil bujangnya melalui perkosaan halus. Dia kena laknat tujuh bidadari. Dan kampungnya Desa Kumayan pun dilaknat para guru, sebab dia anak Ki Putih Kelabu, salah satu dari harimau yang tujuh yang disegani, yang kini jumlahnya jadi enam karena matinya Ki Tunggal. Jadi, kalian berdua harus berterimakasih dipertemukan dengan saya.
Ayoh melanjutkan perjalanan. Kita ke Kumayan. Kita goncang desa enam harimau itu. Kita bunuh satu persatu orang-orang yang disegani, sehingga seluruh penduduk jadi kecut. Dan kita bertiga akan ditakuti!”
Semangat Ki Harwati, begitu juga Ki Rotan, berkobar. Dan ketika mereka menemukan seorang lelaki utas bersama isterinya, Ki Dasa Laksana memanggil mereka. Ternyata mereka orang utas asal Kumayan. Ki Dasa Laksana dalam sekelebatan memenggal lengan lelaki utas itu. Isterinya melolong ketakutan.
“Jangan kuatir. Kami bertiga cuma butuh tumbal lengan suamimu ini. Kalian berdua tidak akan kami bunuh. Pulang tenang ke Kumayan, beritahu pada penduduk, bahwa tiga pendekar pimpinan Ki Harwati akan menyerang desa kalian, kecuali jika penduduk bertekuk lutut.”
GUMARA barusan saja melepas lelah di Bukit Kumayan setelah melalui perjalanan panjang. Dia kuatir, kembalinya ke Kumayan akan dielu-elukan penduduk secara berkelebihan. Pakaiannya yang compang camping merisaukannya dan pastilah akan dianggap keanehan.
Dan apabila dia langsung kembali ke rumahnya yang masih terikat kontrak sewa itu, pastilah juga dia akan berpergokan dengan salah seorang tukang ronda. Dan mungkin pula rumahnya itu sudah dikontrakkan lagi kepada orang lain sebab bisa saja dirinya dianggap “hilang”, dan setiap perkataan hilang akan punya dua makna. Hilang mati, atau hilang sebagai manusia biasa yang akan menjelma menjadi manusia istimewa, Jika anggapan yang terakhir ini timbul, dia akan dikira nanti sudah menjadi “Dukun Sakti”
Tapi pakaian kumal dan compang camping ini harus segera diganti sebelum dia dipergoki satu orang penduduk Kumayan. Dia tiba-tiba ingat pada mantera “ilmu silap mata” yang pernah diwariskan ayahnya sebelum Ki Karat itu wafat;
Ada karena aku ada
Aku ada karena ada
Aku tiada karena ada
Sembilan liang lima pancar
Lima pancar sembilan liang
Aku ada karena sinar
Tiada sinar aku menghilang!
Lang kata berbilang
Aku hilang dalam Lang
Karena keyakinannya pada ilmu hilang itu, diamalkannya membaca mantera itu.
Seketika itu juga menjelma seekor harimau. Dan di atas punggung harimau itulah kini Gumara berada Amalan mantera itu terus saja dia ucapkan. Dan dia telah tiba memasuki pekarangan rumah. Ternyata rumah itu sudah berpenghuni. Gumara memutar pegangan pintu, lalu pintu terbuka tanpa suara. Gumara melihat seorang lelaki tidur diambin. Lelaki itu tidur nyenyak. Gumara masuk ke kamar. Dan dia melihat kopornya masih utuh.
Dia ambil sepasang baju dan celana, lalu dia menukarnya di kamar mandi. Dia ganti sepatunya. Lalu dia buang pakaian usang dan sepatu usangnya yang lusuh dan koyak.
Kemudian dia keluar rumah setelah bersisir rapi. Setiba di luar rumah dia diciumi harimau yang jadi tunggangannya tadi.
Tanda harimau itu berpamitan dengan dia. Harimau itu menggelicik memasuki kebun jeruk. Dan menghilang.
Amalan mantera dia akhiri dengan usiran halus, lalu dia coba memutar pegangan pintu rumah itu. Pintu tak bisa lagi dibuka seperti tadi Gumara puas, karena kini dia kembali menjadi manusia ragawi, nyata, dan terlihat orang. Barulah dia mengetuk pintu.
Lelaki yang tadi tidur diambin bambu lalu melihat jam tangan . Tengah malam Ketukan itu didengarnya lagi. Lalu lelaki itu agak kecut bertanya: “Siapa di luar? Ada yang mengetuk?”
“Saya”.
“Siapa?!” agak merinding lelaki tadi berseru gemetar.
“Saya. Guru Gumara”, ujar Gumara.
Lelaki tadi agak gentar sejenak. Dia ditugaskan menjadi Guru Matematika di Kumayan karena alasan bahwa Guru Gumara telah meninggal dunia. Kini ada orang mengaku bernama Gumara? Orang mati hidup lagi?
Didengarnya lagi ketukan pintu.
Lelaki itu tambah kecut, kendati suaranya lantang membentak: “Siapa di luar!”
“Saya. Guru Gumara”. sahut Gumara.
Lelaki itu jadi ketakutan. Kisah mengenai Guru Gumara sudah hampir jadi dongeng, termasuk kisah Harwati dan Pita Loka di kawasan Kumayan ini.
“Apa saya tidak salah dengar?” tanya lelaki itu gugup.
“Bukalah dulu pintu ini”, ujar Gumara.
“Tidak, tidak! Saya tidak berani! Saya dengar Bapak sudah ... mati!”. Gumara bersitenang beberapa saat. Dia tahu dirinya sedang diintip. Dia tidak boleh membuat orang lain takut.
“Bukalah. Aku masih hidup. Yang bicara pada anda sekarang ini manusia. Bukan roh.
Tapi Gumara, guru SMP Kumayan”, ujar Gumara dangan nada meyakinkan.
Lelaki itu membuka pintu. Wajahnya basah kuyup oleh keringat dingin, pucat dan masih curiga. Gumara masuk dan berkata: “Jangan takut. Aku bukan mahluk halus,kan ?
Siapa namamu? Apa pekerjaanmu?”
“Silahkan duduk, Pak Gumara. Nama saya Alif. Pekerjaan saya guru matematika yang menggantikan bapak selama Bapak menghilang”, dan Alif pun jadi ramah. Bahkan menawarkan Gumara makan. Tapi Gumara sedang mengamalkan puasa yang mesti dilakukannya siang malam bagi pembersihan diri.
ALIF merupakan manusia pertama yang tak dapat menyembunyikan kegembiraannya karena hadirnya Guru Gumara di desa Kumayan.
Setelah disediakannya tempat tidur bagi tamunya, dan dipersilahkannya Gumara beristirahat, maka guru matematika itu pertamakali memberanikan diri ke luar rumah di tengah malam itu.
Yang dia datangi adalah Ki Putih Kelabu, dan langsung memberitakan kedatangan Gumara.
Ki Putih Kelabu terdongak demi mendengar kedatangan Gumara.
“Beritakan juga pada Ki Lading Ganda dan semua pendekar di Kumayan ini, nak Alif”. kata Ki Putih Kelabu.
“Sudah lama penduduk Kumayan gusar. Baiklah, akan saya hubungi semua orang”, ujar Guru matematika itu dengan langkah girang meninggalkan rumah pendekar Kelabu itu.
Risaunya hati Ki Putih Kelabu terhadap menghilangnya putrinya yang baru kembali, Ki Pita Loka —— bukannya kerisauannya yang besar. Tetapi yang sungguh merisaukannya adalah sebelas orang anak remaja yang kembali ke Kumayan dalam keadaan tangan buntung.
Justru kepergian Ki Pita Loka dengan enam anak remaja buntung lainnya itu seperti diberitakan 11 anak yang pulang, adalah kabar baik. Dia yakin Ki Pita Loka bukan pergi sembarang pergi.
Ia pasti pergi untuk suatu maksud besar.
Bersambung...