Sebelumnya...
Gumara sendiri membinasakan tigabelas pohonan pisang berumpun, dan dia seakan-akan harus menggeletak di atas bantalan pohon pisang yang jadinya berjajar itu. Ki Lading Ganda tiba-tiba yakin bahwa Gumara hancur karena buktinya dua batang pohon Damara patah terpotong seperti digergaji.
“Mampus kau, manusia angkuh!”ujar Ki Lading Ganda mengutuk.
Eh tiba - tiba pula muncul dengan sempoyongan Gumara dari balik rumpunan pohon sawo di arah timur. Dia seakan - akan mau menyerahkan diri kepada Ki Lading Ganda.
Langkahnya tidak memperlihatkan kesiapan sedikitpun untuk bertarung. Hal ini membuat Ki Lading Ganda menantinya, membuat acuan untuk melakukan lompatan sembari akan menebas perut Gumara. Itu dilakukannya dalam jarak duabelas meter. Dia membuat jungkir balik dua kali sebagai tipuan salto, dan ketika menjungkir yang ketiga kali dia ayunkan dua golok kembarnya itu yang berkilat membabat tubuh Gumara. Tampaknya tubuh itu sudah terbabat, tapi Ki Lading Ganda terheran-heran mencarinya entah kemana namun tak kelihatan. Meloncat tinggikah dia tadi?
Lalu tampak ada orang turun dari pohon aru - aru yang tinggi. Turun begitu saja ibarat turunnya kera pemanjat kelapa yang terlatih. Sebelum orang itu, yang tak lain Gumara, sampai turun benar, maka Ki Lading Ganda ingin mempergunakan kesempatan terbaiknya: Dia nanti dan dua golok kembarnya membabat. Saking kuatnya, golok itu menancap di pohon aru-aru itu, begitu dalamnya. Yang dirasa Ki Lading Ganda ketika di babatkan goloknya itu adalah desingan angin di alas kepalanya.
Memang betul. Ki Gumara sudah duduk bersila di tengah “paku” Bukit Kumayan itu.
Ki Lading Ganda masih berusaha mencabut goloknya yang menancap. Saking kerasnya tebasan golok dan tancapannya itu, hingga dua mata golok itu sudah hampir beradu, dalam jarak satu belahan lidi saja lagi!
“Maafkan, saya menyusahkan tuan saja”, ujar Gumara, lalu meninggalkan Ki Lading Ganda.
Barulah ketika fajar menyingsing Ki Lading Ganda berhasil melepaskan tancapan goloknya, sementara Gumara sudah ngorok di rumah ketika itu ...
DAN ketika Gumara tidur nyenyak itulah, dia dibangunkan oleh Guru Alif yang akan pergi mengajar.Adalima orang tamu penting yang minta bertemu dengan Gumara.
“Siapa mereka?” tanya Gumara.
“Selain Ki Lading Ganda dan Ki Putih Kelabu, yang tiga lagi saya tak mengenalinya”, kata Guru Alif.
“Di mana mereka sekarang?” tanya Gumara.
“Semuanya tak bersedia naik. Semuanya di pekarangan”, ujar Guru Alif. Gumara bersitenang sejenak. Lalu dia ke kamar mandi. Dia mencuci muka sejenak. Lalu bersisir merapikan rambut. Kemudian dia membuka pintu depan. Dalam sekelebatan dia tidak heran, di balik tiap rumpunan pohon telah terdengar deru auman harimau.Lima pendekar secara langsung sudah menjelmakan diri mereka menjadilima ekor harimau!
Gumara sadar, bahwa dia sedang dalam ujian.
Dan taruhan!
Dia bebaskan dirinya dari sikap jengkel atau bangga. Dia tarik nafasnya dalam-dalam, seakan-akan seluruh nyawanya sudah kosong. Dan ketika dia merasa seluruh dirinya menjadi ringan, dia menuruni tangga rumah sampai ke pelataran tanah, pelataran pekarangan.
Setiba disana , dia sudah merasa seringan awan bergantung. Dia telah melepaskan dirinya dari seluruh pengertian hayati dan ragani. Ujud raga kasarnya yang terlihat adalah wujud Guru Gumara yang tak meyakinkan sama sekali. Dia melangkah ringan menerobos semak-semak, diiring dari belakang oleh wujud raganilima ekor harimau.
Daun-daun seakan merunduk memberi salam takzim kepada Gumara yang melangkah santai. Kadang memang dia harus menyerempet daun-daun itu, namun “hanya sedikit yang terkibas. Bahkan daun singkong kuning yang sudah siap untuk rontok oleh hembusan angin, ketika tergeser oleh tubuh Gumara yang menyerempetnya, tak jadi gugur ke tanah.
Gumara terus melangkah menginjak rumputan yang masih berembun. Tapi rumputan itu seakan-akan tidak meninggalkan bekas telapak kaki Gumara yang baru menginjaknya.
Setiba di tepi Bukit Kumayan, Gumara berhenti sejenak.Lima harimau yang menggiringnya dari belakang pun hati-hati berhenti.
Ada yang mengibaskan ekornya.Ada yang mulai mengaum. Tanda tak sabar. Gumara melirik, dia mengetahui itulah penjelmaan Ki Lading Ganda.
Di bawahsana itu, di sudut tiga Bukit Kumayan, kedengaran suara gemericik Pancuran Mayang. Air terjun itu dikenal tabu oleh penduduk. Tapi Gumara harus kesana .
Ketika langkahnya baru empat puluh kali pijakan menuju bawah itu, harimau yang paling geram aumannya mendadak meloncat ke depan, mencegat, mencekerkan cakarnya pada tanah seperti kucing menggali. Ketegangan amat terasa. Seekor harimau yang lebih lembut gerakannya, dengan tanda khusus putih - putih bergaris di sela abu-abu mencegat pula.
Ia tahu, dia ini tak lain pendekar paling disegani: Ki Putih Kelabu. Tiga lainnya pun sudah maju ke depan. Menghadang semuanya Ketika itu Gumara semestinya menampilkan kesejatiannya, menjelmakan dirinya pula pada kependekaran, melengkapkan yanglima jadi enam. Tapi Gumara cuma menghentakkan nafas dari ubun kepala ke pusar-pusarnya dangan satu hentakan nafas yang padat. Dirinya melayang melompatilima pendekar yang siap mencegatnya.
Dia melayang bagai kapas diterbangkan angin. Satu lompatan layang itu mampu melampaui jarak 12 meter, lalu turun bagaikan seekor bangau. Dan kakinya menciptakan suara gemericik cipratan air sewaktu sampai di depan Pancuran Mayang.
Ketika dia menoleh ke atas bukitsana , yang disaksikannya adalahlima orang pendekar manusia: Ki Lading Ganda. Ki Putih Kelabu, Ki Rangga dan Ki Zarah dan Ki Lafaz.
“Hai tuan-tuan, mari mandi di Pancuran Mayang”, ujar Gumara. Gumara mendengar suara Ki Putih Kelabu yang menyahuti di atas itu: “Tuan muda, ajari kami”.
“Aku hanya mengajak kalian mandi”, sambut Gumara.
“Ajari kami mandi”, kata Ki Putih Kelabu.
Gumara hanya menyahuti: “Lihatlah apa yang aku perbuat, dari jauh”.
Gumara menhenyakkan nafasnya dari ubun ke puser, sembari satu tangannya menebas air terjun itu.Lima pendekar menyaksikan air terjun itu terpotong dua. Yang di atas tak lagi mau turun ke bawah, tapi kemudian turun lagi sewaktu Gumara menghela nafasnya dari puser ke ubun kepala. Dia sabet lagi air terjun itu dengan tangan kiri.
Kejadiannya sama seperti yang pertama. Seluruh amalan itu dia perlihatkan sebanyak 41 kali.Lima nafas besar di atas melepaskan ketegangan dan kekaguman.
Bersambung...