Sebelumnya...
Makin lama, yang dia kira lawannya, semakin jelas kehijauan, dan, dan, dan itu tak lain adalah ayahnya. Makin lama wajah ayahnya semakin nyata. Jika benar ini ayah, tentu ayah sedang mambuktikan dirinya sebagai lawan, bukan sebagai guru.
Kekuatan yang dikirimkan ayah lewat gelombang sinar radiasi ini pun tampaknya tak tanggung-tanggung.
Kekuatan begini, jika tak teliti, bisa membunuh. Gumara ingin memperingatkan ayahnya yang sudah mati itu, tapi dia sudah yakin. Ilham seakan datang arwah ayahnya sedang murka, khusus datang dalam alam kematian barzah ke bumi nyata ini, untuk suatu peringatan. Tapi aneh, lama kelamaan lawannya ini melemah dan melemah.
DI TEPI tebing dibalik lembah Air terjun Mayang, di malam gulita itu Harwati membanting tubuhnya ke permukaan makam. Makam itu mengepulkan asap.
Ki Harwati putus asa. Matanya terbeliak nanar, menatap Ki Rotan yang kelihatan tegang.
Ki Rotan bertanya : “Gagalkah roh Ki Karat membantumu?”
“Asap itu sebagai bukti”, ujar Ki Harwati.
“Aku memang menduga begitu. Betapapun hebatnya ilmu Ki Karat, mungkin masih lebih tinggi ilmu Ki Gumara. Selain itu, roh guru yang sudah mati tentu lebih rendah dari roh guru yang masih hidup”.
Ki Harwati merangkul lagi makam ayahnya. Dan asap itu makin lama semakin menghilang. Yang tinggal hanyalah bau menyan. Tiba-tiba saja, dalam putus asa itu, Ki Harwati melihat ada benda kecil bergerak. Ternyata seekor kalajengking sedang merayap dari arah batu nisan pekuburan Ki Karat.
Ki Rotan setengah berseru:”Itu dia bantuan baru ayahmu!”
Kalajengking itu merayap perlahan, lalu menyusul satu kalajengking lagi dan satu kalajengking lagi, kemudian puluhan dan ratusan kalajengking sudah mengerubungi permukaan kuburan Guru yang sudah mati itu.
Ki Harwati mencoba menahan ketegangan dan kegembiraan.
Ketika Ki Rotan mau berkata, dia memberi larangan: “Jangan ganggu aku, Ki Rotan”.
Kalajengking itu sudah merayap dengan ramah melalui paha Harwati, terus berlomba menaiki dada dan punggungnya, lehernya, kemudian memenuhi rambut dan mukanya.
Ki Rotan tambah tegang karena tidak memahami apa yang akan terjadi selanjutnya.
Seluruh wajah Harwati sudah tertutup oleh Kalajengking. Dia kelihatan begitu mengerikan.
Dia seakan menanti isyarat roh ayahnya, apa maksud dari “Kiriman kalajengking” ini.
Lalu muncullah isyarat itu!
Harwati seakan-akan diharuskan berdiri, sepertinya harus bangkit dari perasaan kalah dan putus asa. Dia kemudian melangkah lebih tegap tanpa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan Ki Rotan yang kebingungan. Dan dengan digayuti ribuan kalajengking itu, Ki Harwati agaknya dituntun ke arah Barat, ia menuju ke air terjun Mayang yang dianggap tabu mendatanginya kecuali atas izin.
Ketika Ki Rotan ingin memanfaatkan kesempatan ini dengan membuntuti Ki Harwati dari belakang, dia agak kaget. Sebab Ki Harwati berhenti mendadak, dan membalik ke arahnya.
Lalu beberapa ekor kalajengking yang bergayutan turun dari tubuh Ki Harwati.
Binatang-binatang mengerikan ini menjalar seakan mau menyerbu Ki Rotan. Ki Rotan mundur dengan panik, tapi dia tidak melihat pada jurang belakangnya. Yang kedengaran kemudian adalah teriakan Ki Rotan yang melolong memecah malam gulita.
Dia terjatuh ke jurang di bawah itu.
Dan Ki Harwati malanjutkan melangkah ke tujuannya setelah bebarapa ekor kalajengking itu kembali bergayutan ke tubuhnya.
Ki Harwati tiba di air terjun Mayang menjelang terbitnya matahari.
Di sini rupanya dia harus mandi mensucikan diri bersama ribuan kalajengking itu.
Tubuh Ki Harwati menggigil.
Dan dia merasakan sesuatu kekuatan yang maha hebat ketika tubuhnya itu, tanpa terasa, telah menyelusup secara ajaib sekali ribuan kalajengking itu .... seluruhnya seperti merayap ke dalam darahnya, dan dia merasakan ada kekuatan dahsyat yang sedang memasuki tubuhnya.
Tapi, beginilah rupanya seorang pendekar yang sedang kehilangan guru. Dia tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya ketika tiba-tiba muncul satu tenaga yang membuat dia jumpalitan diantara batu-batuan itu, lalu ....... meloncat keatas dan hinggap di tepi tebing. Lalu seluruh geraknya bagai spiral angin puyuh.
Beberapa pohonan terpaksa menyerah roboh apabila terkena tubuhnya yang melesat hebat.
Tidak satu mahkluk pun dapat mengetahui kemana tujuannya.
Hanya matahari cerah yang memberitahukan dimana kemudian Harwati berada. Dia sendiri tidak mengetahui dimana dia berada, apabila dia tidak bertemu secara mengejutkan dengan seorang pendekar muda.
Pendekar muda itu bertangan buntung. Dia terkejut mendapatkan seorang wanita beringas yang seperti menancap mendadak berdiri dihadapannya.
“Siapa kau!” bentak Ki Harwati pada pemuda buntung itu.
“Aku Talago biru”, ujar pemuda buntung itu.
“Ikut aku!” perintah Ki Harwati.
“Tidak, tidak, ..... saya tidak akan mengikuti anda. Anda bukan guru saya!”
Ki Harwati penasaran dan menghampiri pemuda buntung itu dengan sikap mengancam:
“Kalau begitu sebutkan guru kau.Dan hadapkan padaku!”
TALAGO BIRU dengan tenang menatap pada Ki Harwati. Dia tidak tahu persis siapa sebenarnya pendekar yang beringas ini. Pengalamannya selama berguru kepada Ki Pita Loka tidak pernah mendapatkan pelajaran untuk menggertak. Tapi kini? dia Temukan pendekar beringas yang masuk dengan gertakan, “Katakan siapa Gurumu, Buntung!” bentak Ki Harwati.
“Itu bukan cara yang terhormat. Anda tidak usah berharap menemui dia sebelum anda melewati mayat saya”, ujar Talago biru.
Ki Harwati bertambah beringas, dan serta mena dihantamnya muka Talago biru. Anak muda itu terbengong sejenak.
Tinju yang mendarat dimukanya mirip sengatan binatang berbisa. Seketika wajahnya memar, membengkak dan tiba-tiba saja dia merasa amat haus. Talago biru dalam sekejap seperti edan, karena dia haus dan panas. Dia butuh air. Tetapdia selalu ingat, pantangan-pantangan yang pernah diajarkan Ki Pita Loka. Jika dia haus dan panas oleh sengatan binatang berbisa, dia bukan mencari air. Tetapi dia harus menciptakan api dan membakar diri ke dalam api.
Dalam kaadaan jumpalitan seperti edan itu, Harwati mentertawakannya. Tapi batu yang dia pukul berkali-kali itu adalah usahanya menciptakan api. Benar. Pukulan terkeras pada batu itu membuat nyala api, yang segera menyambar ilalang.
Batang kering itu terbakar. Dan ketika itulah Talago biru menghamburkan tubuhnya ke dalam ilalang yang terbakar itu!
“Pedekar gila kau!” teriak Harwati melihat pemuda buntung itu terkurung dalam ilalang yang menyala. Tapi,seteleh api itu padam, Harwati melihat keajaiban.
Diantara hitamnya asap bekas api yang hampir padam itu, dia melihat sosok pemuda buntung tadi, keras dan menakutkan melangkah tegap kearahnya, lalu meludah dangan semburan.
Semburan ludah itu mengenai wajah Ki Harwati. Mulanya dia akan ngamuk, tetapi kemudian dia merasa ada beberapa benda yang menyangkut di wajahnya, bersama-sama dengan ludah itu.
Bersambung...